JAKARTA, KOMPAS.com - Empat direktur yang menjabat di Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) hari ini dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mereka dipanggil untuk diperiksa pada kasus pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT tahun anggaran 2016, oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Seperti diketahui, pemberian opini WTP tersebut dibarengi dengan kasus suap oleh pejabat Kemendes PDTT terhadap Auditor BPK RI.
Para direktur di Kemendes PDTT yang dipanggil KPK hari ini yakni Direktur Ekonomi Dirjen Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) M Nur, Direktur Sarana Prasasara Dirjen PDT Novi, Direktur Perencanaan dan Identifikasi Dirjen PDT Wahid, dan Direktur SDM Dirjen PDT Priyono.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, empat direktur itu diperiksa sebagai saksi untuk pejabat eselon I BPK, Rochmadi Saptogiri.
"Keempatnya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka RSG," kata Febri, saat dikonfirmasi, Selasa (13/6/2017).
Pada sekitar Maret 2017, KPK memeriksa laporan keuangan Kemendes PDTT Tahun Anggaran 2016. KPK menemukan adanya indikasi suap pada pemberian opini WTP tersebut.
Kemudian Jumat 26 April 2017, KPK melakukan operasi tangkap tanggan di kantor BPK RI di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta.
Dari kantor BPK, KPK sempat mengamankan enam orang termasuk Rochmadi, yakni auditor BPK Ali Sadli (ALS), pejabat eselon III Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo (JBP), sekretaris bernama Rochmadi, sopir bernama Jarot, dan satu orang satpam.
Hari itu juga, KPK mendatangi kantor Kemendes PDTT di Kalibata, Jakarta Selatan dan menangkap Irjen Kemendes PDTT Sugito. KPK kemudian menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus ini yakni Sugito, Jarot, Rochmadi, dan Ali.
Dalam kasus suap ini, KPK menyatakan total commitment fee untuk pejabat BPK yang disuap yakni Rp 240 juta. KPK menduga uang Rp 200 juta telah diserahkan lebih dulu pada awal Mei 2017.
Sebagai pihak yang diduga memberi suap, Sugito dan Jarot dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara Rochmadi dan Ali, sebagai pihak yang diduga menerima suap disangkakan dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
(Baca juga: KPK Telusuri Oknum Lain di Kemendes yang Dekati Auditor BPK)