Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firdaus Putra, HC
Komite Eksekutif ICCI

Ketua Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI), Sekretaris Umum Asosiasi Neo Koperasi Indonesia (ANKI) dan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

Membaca Pancasila Secara Dialektik: dari Sila Kelima ke Sila Pertama

Kompas.com - 05/06/2017, 10:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

 

Sila Ketiga

Kualitas rendah itu berujung pada ancaman pada Sila Ketiga, "Persatuan Indonesia". Berbagai kekecewaan terhadap kebijakan ekonomi-politik menyatu padu dengan politik identitas yang hari ini menguat. Hasilnya, masyarakat terbelah.

Adagium lama ada benarnya, "Setiap peristiwa politik selalu menyisakan residu sosial". Residu itu berupa kentalnya rasa prasangka agama, etnis, kelas dan sebagainya.

Persatuan Indonesia tentu saja idiom yang berdimensi sosial-politik. Dimana persatuan menyaratkan keberterimaan satu sama lain, termasuk dalam perbedaan afilisiasi politik, latar belakang etnis, agama, kelas sosial dan seterusnya.

Derajat keberterimaan itu mengalami korosi akibat politik yang banal dan anti akal sehat. Belum lagi ditambah seliweran hoax di media sosial membuat derajat korosi makin pekat.

Menariknya, seperti "Panasbung", adanya hoax adalah tindakan yang disengaja untuk melakukan pembelokan informasi. Sudah rahasia umum saban event politik para buzzer dan hoax creator berkeliaran di ruang-ruang maya.

Habermas (1989), filosof Jerman itu, mungkin tersenyum kecut melihat media sosial sebagai ideal type ruang publiknya; Di saat yang bersamaan, ruang publik justru sumber dan penyebarluasan distorsi informasi.

Sila Kedua

Tak seperti event politik yang temporer dengan hasil kalah-menang, residu sosial cenderung mengendap. Endapan-endapan itu muncul dalam nyinyiran sehari-hari. Media sosial membuat nyinyiran teramplifikasi.

Demokrasi baru mengenal istilah netizen, para warga siber yang hidup dan menghidupi media sosial. Cuitan di media sosial yang awalnya private menjadi public saat ditangkap, dikomentari, dibagi dan diviralkan para netizen.

Alhasil, muncullah fenomena persekusi individu oleh kelompok orang gegara cuitan di media sosialnya. Kasus persekusi terkini dialami Fiera Lovita (Sumatera Barat) dan seorang remaja di Jakarta Timur beberapa waktu terakhir (Mei, 2017).

Fenomena itu membuat Sila Kedua, "Kemanusiaan yang adil dan beradab" menjadi hilang spiritnya. Tindakan persekusi secara langsung mencederai kemanusiaan dimana seseorang berhak diperlakukan dengan adil serta beradab.

Adil dalam konteks itu bisa menjadi jembatan dialog ihwal perbedaan pendapat yakni upaya klarifikasi sehingga memperoleh informasi yang utuh dan tidak berat sebelah.

Adil dan beradab dalam setarikan nafas, menyaratkan upaya mencari keadilan dilakukan dengan cara yang beradab. Tindakan persekusi karenanya tertolak karena tak adil (berat sebelah) dan tak beradab (memaksa/ menganiaya).

Sila Pertama

Setelah kita urai berbagai gejala yang ada, pada puncaknya kita saksikan Sila Pertama menjadi sesuatu yang penuh kontradiksi.

"Ketuhanan Yang Maha Esa" harusnya menggenapkan klaim bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang religius.

Namun, fakta-data menyiratkan hal sebaliknya: ada gap antara klaim religius dengan perilaku etis dalam berekonomi, berpolitik, bersosial dan berbudaya.

Menjadi masuk akal bila dalam risetnya Scheherazade S. Rehman dan Hossein Askari menempatkan Indonesia pada peringkat 140 dari 208 negara yang disurvei.

Dalam publikasinya How Islamic are Islamic Countries? (2010), mereka membuat Islamicity Index yang menjadi ukuran tingkat keislaman suatu negara. Di peringkat atas adalah New Zealand (1), Luxemburg (2), Finlandia (5) dan negara-negara Eropa lainnya.

Sedangkan Indonesia, negara mayoritas Muslim di dunia justru terdepak. Paralel dengan Arab Saudi yang nangkring di posisi 131.

Apa sebab?

Dalam penjelasannya Rehman mengungkapkan banyak negara yang mengklaim diri Islam namun sering bertindak tidak adil dan korup.

Sebaliknya New Zealand dengan yang sebagian besar penduduknya tak beragama, justru peringkat 1 dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK); Luxemburg nomor 11 dan Finlandia nomor 3. Itu artinya pemerintahannya bersih dari korupsi. Berbanding misalnya Indonesia di peringkat 90.

Alhasil derajat religiusitas masyarakat Indonesia itu demikian fragile dan fragmented. Anekdotnya adalah: salat, zakat, puasa dan haji jalan, bersamaan dengan itu lakukan korupsi.

Yang membuat jutaan warga tak dapat akses fasilitas publik dengan baik, misalnya korupsi pengadaan al Quran (2012), fasilitas olah raga (2011), alat kesehatan (2013), beras miskin (2013), e-KTP (2012), simulator SIM (2011) dan kasus-kasus lainnya yang terbongkar beberapa tahun belakangan.

Conditio Sine Qua Non

Cara baca Pancasila yang dialektik ini memiliki daya ledak bagi perubahan sosial sebagai pra syarat pemenuhan sila-sila lainnya.

Sila Kelima harus dijadikan sebagai titik tolok visi Indonesia Merdeka yang dengan simultan dan berkesinambungan akan mengondisikan pemenuhan sila-sila di atasnya.

"Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" adalah syarat atau conditio sine qua non bagi lahirnya manusia yang beradab dan religio-etis sesuai tujuan kemerdekaan bangsa ini.

Dalam tradisi Islam kita akrab dengan hadist, "Kadal faqru an yakuuna kufran". Bahwa keadaan (faqru) miskin cenderung membuat orang menjadi kufur (keliru memilih jalan).

Fakir dalam konteks ini dapat kita perluas maknanya menjadi: terbatas pendidikan, terbatas penghasilan, terbatas ruang sosial, terbatas akses fasilitas publik dan lainnya.

Pancasila harus diartikulasikan pertama-tama dan yang utama oleh negara dengan jalan mereduksi kondisi-kondisi keterbatasan itu.

Hal itu senada dengan Amartya Sen (1998) yang menulis tentang pembangunan sebagai kebebasan. Berkurangnya kondisi yang membelenggu (disability) dan bertambahnya kondisi yang memampukan (ability).

Absennya akal sehat dari beragam gejala masalah di atas hanyalah refleksi dari sebuah struktur sosial yang timpang yang membuat masyarakat menjadi disable menggunakan akal sehat dan nuraninya.

Keadilan, dalam seluruh peradaban manusia merupakan nilai luhur tertinggi yang mengatasi nilai-nilai lainnya. Keadilan sosial merupakan modus dasar hidup yang akan hasilkan masyarakat sejahtera dan beradab yang dalam bahasa Soekarno, tiada lagi exploitation de l'homme par l'homme.

Keadilan sosial itu bisa dimulai dari adil dalam akses dan distribusi kekayaan melalui demokratisasi ekonomi Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Singgung Pernyataan Puan soal Hak Angket Pemilu, Golkar: Yang Usulkan Ternyata Belum Berproses

Singgung Pernyataan Puan soal Hak Angket Pemilu, Golkar: Yang Usulkan Ternyata Belum Berproses

Nasional
UU DKJ Disahkan, Gubernur Jakarta Tetap Dipilih Langsung Rakyat

UU DKJ Disahkan, Gubernur Jakarta Tetap Dipilih Langsung Rakyat

Nasional
THN Ungkap Praktik Pembatalan Hasil Pemilu Terjadi di Berbagai Negara

THN Ungkap Praktik Pembatalan Hasil Pemilu Terjadi di Berbagai Negara

Nasional
Jelaskan Kenapa Hak Angket Pemilu Belum Berjalan, Fraksi PKB Singgung soal Peran PDI-P

Jelaskan Kenapa Hak Angket Pemilu Belum Berjalan, Fraksi PKB Singgung soal Peran PDI-P

Nasional
Kubu Prabowo Anggap Permintaan Diskualifikasi Gibran Tidak Relevan

Kubu Prabowo Anggap Permintaan Diskualifikasi Gibran Tidak Relevan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Gugatan Anies-Muhaimin Cacat Formil

Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Gugatan Anies-Muhaimin Cacat Formil

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Nasional
Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Nasional
UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang 'DKI'

UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang "DKI"

Nasional
Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Nasional
Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Nasional
Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Nasional
Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Nasional
Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Nasional
KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com