JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Komunikasi dan Informasi Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto memperkenalkan konsep baru deradikalisasi, yakni one stop service intelligence. Secara sederhana, one stop service intelligence adalah pendekatan antarpersonal kepada teroris dan berupaya membimbing mereka kembali ke jalan yang benar.
Wawan mengatakan, dirinya sudah mempraktikan konsep itu.
"Saya secara pribadi bertemu dengan teman-teman eks (pelatihan militer kelompok teroris di) Afganistan, eks (anggota) latihan militer Moro (Filipina) dan ISIS sendiri. Saya mendapatkan kepercayaan dari mereka," kata Wawan dalam sebuah diskusi di bilangan Cikini, Sabtu (3/6/2017).
Ia mengatakan bahwa mendapatkan kepercayaan adalah tahap pertama konsep tersebut. Tidak diduga, Wawan malah banyak mendapat informasi tentang seluk-beluk aktivitas kelompok mereka. Informasi itu mulai dari penyebaran pemahaman radikal dari Suriah ke Indonesia hingga metode penyelundupan senjata.
Setelah mendapatkan kepercayaan, kata Wawan, dia mulai memperdebatkan dan mempertentangkan pemahaman radikal sang teroris.
"Begitu mereka blak-blakan itu, saya peluk dia. Saya lalu bilang, 'Hey, kita ini mau jadi bangsa gila yang akan terus menyulut dendam berkepanjangan atau mau selesai. Lupakan dan tatap masa depan?'" ujar Wawan.
Baca juga: Cerita Mantan Teroris Gagal Kerja Ojek Online akibat Stigma...
"Kalau kita tetap memendam dendam sejarah, maka akan kembali ke zaman Ken Arok. Lalu apa gunanya? Padahal kalau kita bicara, ketemu kok masalahnya. Ada hitung, mari kita hitung. Ada rembuk, mari kita rembuk bareng," lanjut dia.
Seiring dengan itu, sang teroris harus dibantu dari sisi finansial. Misalnya, memberikan pekerjaan yang disukai. Perlahan-lahan, sang teroris akan sadar dan kembali ke jalan yang benar.
Dengan konsep one stop service intelligence itu, Wawan klaim, program deradikalisasi berhasil 95 persen. Hanya lima persen teroris yang kembali ke kelompok lamanya.
"Hanya lima persen yang gagal. Tapi yang lima persen inilah yang terus memviralkan diri. Catatan kami, ada 46.000 akun Twitter dan 4.800 situs yang digunakan ISIS untuk mempublikasikan ajaran mereka," ujar Wawan.
Lihat juga: Pejabat BIN Sebut 2.691 Terduga Teroris Sedang Dipantau
Karena itu, pendekatan melawan terorisme bukan melulu lewat penindakan hukum. Meski tidak berhasil 100 persen, konsep one stop service intelligence itu bisa menjadi model baru Indonesia dalam memberantas terorisme dengan cara-cara yang lebih humanis.
Wawan berharap, konsep tersebut diakomodasi juga di dalam Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang saat ini masih dibahas di DPR RI.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.