Kemudian, untuk menghindari makanan tersebut dari naga dalam sungai tersebut maka mereka membungkusnya dengan daun-daunan yang kita kenal sebagai bak cang sekarang.
Para nelayan yang mencari-cari jenazah sang menteri dengan berperahu akhirnya menjadi cikal bakal dari perlombaan perahu naga setiap tahunnya.
Makan Bak Cang (?? = Rou Zong – bahasa Mandarin)
Tradisi makan bak cang secara resmi dijadikan sebagai salah satu kegiatan dalam festival Duan Wu sejak Dinasti Jin. Sebelumnya, walaupun bak cang telah populer di Tiongkok, namun belum menjadi makanan simbolik festival ini.
Bentuk bak cang sebenarnya juga bermacam-macam dan yang kita lihat sekarang hanya salah satu dari banyak bentuk dan jenis bak cang tadi.
Di Taiwan, pada zaman Dinasti Ming akhir, bentuk Bak Cang yang dibawa oleh pendatang dari Fujian adalah bentuk Bak Cang yang bulat gepeng, agak lain dengan bentuk prisma segitiga yang kita lihat sekarang.
Isi bak cang juga bermacam-macam dan bukan hanya daging, ada yang isinya sayur-sayuran. Ada pula yang dibuat kecil-kecil namun tanpa isi untuk kemudian dimakan bersama srikaya.
Lomba perahu naga
Tradisi perlombaan perahu naga ini telah ada sejak zaman Negara Berperang (475 SM – 221 SM). Perlombaan ini masih ada sampai sekarang dan diselenggarakan setiap tahunnya, baik di Mainland China (Hunan), Hong Kong, Taiwan, maupun di Amerika. Bahkan ada perlombaan berskala internasional yang dihadiri oleh peserta-peserta dari luar negeri yang kebanyakan berasal dari Eropa ataupun Amerika Utara. Perahu naga ini biasanya didayung secara beregu sesuai panjang perahu tersebut.
Di Indonesia lebih sering disebut dengan Pe Cun yang berasal dari dialek Hokkian, yang berasal dari kata Pa Long Chuan yang berarti 'mendayung/mengemudikan perahu' naga. Akhirnya 'pa long chuan' disingkat menjadi 'pa chuan' dan dialek Hokkian berbunyi 'Pe Cun'.
Dalam konteks kekinian berbangsa dan bernegara, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Perayaan Pe Cun (Sembahyang Bak Cang) ini, saya memaknainya adalah momentum yang sangat tepat meneladani Qu Yuan (dalam dialek Hokkian disebut Kut Goan) adalah contoh pejabat jujur, bersih, tidak korup, namun karena melawan arus utama yang sebaliknya: korup, korupsi, kolusi, makan uang rakyat, terjadilah perlawanan-perlawanan luar biasa.