JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana seleksi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dinilai sebagai cara bagi partai politik menguasai DPD.
Menurut dia, usulan ini akan merusak tatanan demokrasi.
Hal ini disampaikan Deputi Direktur Indonesia Parliamentary Center Ahmad Hanafi dalam diskusi bertajuk "RUU Pemilu Jangan Kerdilkan DPD", di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (26/5/2017).
"Model seleksi pencalonan anggota DPD dampaknya sangat luas untuk demokratisasi ke depan," kata Hanafi.
Hanafi menjelaskan, DPRD akan menerapkan mekanisme uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test terhadap calon anggota DPD.
Sementara, DPRD diisi oleh anggota partai politik.
Baca: Seleksi Calon Anggota DPD oleh DPRD Dinilai Langgar Prinsip Perwakilan
Oleh karena itu, menurut Hanafi, akan sulit bagi calon anggota DPD independen bisa lolos melewati tahapan uji kelayakan dan kepatutan.
"Ini kesempatan parpol menguasai DPD," kata Hanafi.
Menurut Hanafi, syarat mengumpulkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dukungan minimal sebanyak 5.000, masih lebih baik.
Sebab, calon anggota DPD harus membuktikan bahwa dirinya didukung oleh masyarakat di daerahnya.
Cara ini sejalan dengan substansi pembentukan DPD sebagai perwakilan rakyat daerah yang sama sekali tidak mewakili kepentingan partai politik.
Sebelumnya, Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu, Lukman Edy mengatakan, usulan DPD diseleksi oleh DPRD telah disepakati pihak pemerintah.
Baca: Pimpinan DPD: Mayoritas Anggota Tolak DPD Diseleksi DPRD
Bahkan, beberapa hari lalu pemerintah telah menyerahkan draf soal teknis pengimplementasian usulan tersebut.
Menurut Lukman, dengan sistem tersebut, kapasitas dan kapabilitas perwakilan daerah menjadi lebih terkawal.
Hal ini karena banyaknya perwakilan daerah yang justru tak mengenal sama sekali tentang daerahnya.