JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Ahli Psikologi Klinis Ratih Ibrahim, pada sidang lanjutan praperadilan yang diajukan mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani terhadap KPK.
Sidang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (18/5/2017).
Pihak pengacara Miryam sempat mempertanyakan masalah obyektivitas ahli dalam memberikan interpretasinya.
Sebab, ahli dinilai menyampaikan interpretasinya berdasarkan pemeriksaan video, tidak melihat langsung.
Ratih mengatakan, agar objektif dalam mengobservasi rekaman audio visual pemeriksaan Miryam oleh penyidik KPK, dia melibatkan seorang psikolog dan sarjana psikologi untuk membantunya melakukan observasi.
"Penilaian tentang kesan yang saya dapat diintepretasikan bersama tim. Itu mengapa saya tidak sendiri. Dengan demikian objektivitas saya bisa dipertanggungjawabkan," kata Ratih, di persidangan.
Baca: Psikolog Simpulkan Miryam Tak Tertekan Saat Diperiksa KPK
Menurut dia, pendapat obyektif bisa dihasilkan dari observasi video pemeriksaan Miryam tersebut.
"Pendapat objektif bisa dilakukan berdasarkan yang dipelajari. Karena saya tidak buat profil psikologis, yang saya sampaikan observasi," ujar Ratih.
Pengacara Miryam kembali bertanya soal keyakinan ahli terkait keaslian video pemeriksaan Miryam dari KPK.
"Apakah video tersebut asli atau tidak, saya percaya KPK," ujar Ratih.
Dia menjelaskan, observasi video tersebut dilakukan di KPK didampingi biro hukum dan penyidik KPK.
Observasi dilakukan pada Rabu (17/5/2017) mulai pukul 11.00-20.30 WIB.
Ratih menegaskan, ia tidak diintervensi penyidik KPK saat melakukan observasi.
Baca: Mantan Anggota Komisi II Mengaku Tertekan Saat Diperiksa soal E-KTP
Menurut dia, KPK memberikannya akses cukup luas dalam melakukan pekerjaannya.
Hakim tunggal di praperadilan tersebut, Asiadi Sembiring juga sempat menanyakan apakah pendapat ahli yang disampaikan dibuat berdasarkan pesanan KPK atau berdasarkan keahlian dan profesionalitasnya.
"Profesional saya, Yang Mulia," ujar Ratih.