Dengan jumlah komisioner sebanyak tujuh orang, empat fungsi pokok yang diemban Komnas HAM menurut Undang-Undang Nomor 39/1999 lebih maksimal, proses pengambilan keputusan strategis di Sidang Paripurna lebih responsif dan efektif, dan mengefektifkan peran komisioner pada tataran kebijakan dan isu strategis, bukan pada hal teknis dan administratif yang masih sering terjadi.
Komnas HAM harus membangun integritas penanganan kasus. Banyak yang berpendapat bahwa salah satu titik lemah dari fungsi pemantauan/penyelidikan adalah kewenangannya yang hanya bersifat memberikan rekomendasi atas kasus pelanggaran HAM. Basis prinsip kewenangan ini adalah untuk mendorong negara untuk melakukan perbaikan (to improve), bukan untuk menghukum (to punish).
Apakah ketika rekomendasi Komnas HAM berkekuatan hukum (legally banding), bisa membenahi kinerja dan memperbaiki kondisi HAM di tanah air, khususnya, berkurangnya pelanggaran HAM? Menurut hemat penulis, belum tentu!
Dengan mengikat secara hukum, jika pelaku khususnya negara sebagai pengemban kewajiban (duty bearer) tidak melaksanakan rekomendasi Komnas HAM, akan ada konsekuensi hukum baik secara pidana, perdata, maupun administrasi negara.
Apabila rekomendasi Komnas HAM bersifat mengikat, akan berpotensi terjadinya konflik kewenangan antara lembaga negara yang bisa menimbulkan ketidakpastian hukum. Bayangkan, jika Komnas HAM menerbitkan rekomendasi yang menyatakan bahwa putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap telah melanggar HAM! Pasti akan terjadi "deligitimasi" atas putusan hukum yang bisa memicu gejolak sosial dan konflik antar lembaga negara.
Menurut penulis, untuk konteks saat ini, sifat rekomendasi Komnas HAM sebagaimana diatur UU tentang Hak Asasi Manusia, sudah cukup. Komnas HAM harus membenahi tata kelola penanganan kasus dari hulu hingga hilir, yaitu mulai pengaduan diterima, pemantauan/mediasi, dan monitoring atas rekomendasi yang dikeluarkan.
Komnas HAM bisa bekerjasama dengan Kantor Staf Presiden, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara/Reformasi Birokrasi, dan Ombudsman RI yang telah memunyai dan mengembangkan aplikasi LAPOR! Hal ini khususnya untuk memonitor rekomendasi Komnas HAM agar dilaksanakan dan dipatuhi oleh pelaku (pihak yang diadukan) khususnya negara. Dalam aplikasi LAPOR!, pihak yang diadukan bisa mendapatkan sanksi di antaranya berupa pengurangan anggaran ataupun sanksi lainnya yang berefek jera.
Komnas HAM juga harus mulai memikirkan dan membangun integritas pengelolaan data dalam, bentuk database HAM terpadu. Sejak didirikan pada1993, Komnas HAM telah menangani ratusan ribu kasus, termasuk pelanggaran HAM yang berat, dan melakukan ratusan kegiatan pendidikan/penyuluhan dan pengkajian/penelitian.