JAKARTA, KOMPAS.com - Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, pihaknya menghargai usulan hak angket sebagai hak konstitusional DPR.
Namun demikian, Febri menekankan bahwa Fungsi DPR adalah mengawasi kinerja KPK, bukan mencampuri proses hukum.
"Perlu dipertimbangkan ranah pengawasan dan proses hukum yang seharusnya berada di dua jalur yang berbeda," ujar Febri dalam.jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (26/4/2017) malam.
(Baca: Hak Angket, Mengawasi atau Mengancam KPK?)
Febri menegaskan bahwa KPK tidak akan membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani meski hak angket digulirkan. KPK hanya tunduk pada aturan hukum yang berlaku.
"Mari simak proses hukum untuk melihat fakta materil muncul di sidang," kata Febri.
Lagipula, tambah Febri, jika KPK mengiyakan permintaan DPR, akan menjadi preseden buruk ke depan.
DPR maupun pihak lain kemungkinan juga akan melakukan hal yang sama dalam kasus lain.
"Akan sulit nantinya kalau ada fakta sidang yang menyebut nama seseorang, karena orang tersebut punya kekuasaan, KPK diminta klarifikasi di luar proses hukum," kata dia.
Usulan angket dimulai dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III kepada KPK.
(Baca: Fahri Hamzah Nilai Hak Angket untuk Membuat KPK Lebih "Clean")
Alasannya, dalam persidangan disebutkan bahwa Miryam mendapat tekanan dari sejumlah anggota Komisi III terkait kasus kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). DPR juga meminta KPK untuk membuka rekaman pemeriksaan Miryam.
Komisi III saat ini tengah menunggu penandatanganan draf usulan hak angket oleh para anggotanya. Saat ini tercatat 26 orang sudah menandatangani usulan tersebut.
Nantinya, draf akan diserahkan kepada Pimpinan DPR untuk dibahas dalam Badan Musyawarah (Bamus), kemudian dibacakan di Paripurna untuk disetujui sebagai usulan DPR bila nantinya disepakati.