JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota koalisi perempuan antikorupsi Betti Alisjahbana menilai Komisi III DPR sudah terlalu jauh mencampuri ranah hukum atas kasus yang tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini terkait pengusulan hak angket kepada KPK agar membuka isi rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani.
Menurut keterangan penyidik, dalam pemeriksaan itu, Miryam menyebutkan nama-nama anggota DPR RI yang mengancamnya untuk tutup mulut soal pembagian uang dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.
"Kami ingin menyerukan kepada DPR untuk menahan diri, tidak mencampuri penegakan hukum di KPK," ujar Betti dalam diskusi di sekretariat ICW, Jakarta, Minggu (23/4/2017).
Betti mengatakan, apa yang dilakukan Komisi III sarat dengan konflik kepentingan. Tak hanya itu, DPR juga dianggap telah mengintervensi proses hukum di KPK. "Biar nanti proses hukum yang buktikan apa yang sebenarnya terjadi," kata Betti.
Baca juga: Fahri Hamzah Nilai Hak Angket Terhadap KPK Bukan Intervensi
Sementara itu, peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina mengatakan, pengajuan hak angket tidak tepat dan salah sasaran.
Hak angket berdasarkan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3 menyatakan, hak tersebut untuk menyelifiki pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat. Hak angket, kata dia, lebih tepat ditujukan pada kebijakan pemerintah, bukan instansi seperti KPK.
"Ini suatu proses ironi ketika DPR yang semestinya mendukung KPK, tapi DPR malah menyatakan sebaliknya," kata Almas.
Almas mempertanyaan urgensi untuk membuka rekaman itu di hadapan publik alih-alih dalam persidangan. Menurut dia, upaya tersebut hanya untuk menyelamatkan "muka" anggota DPR yang disebut menerima suap maupun mengancam Miryam, sebagaimana terungkap dalam persidangan.
"Ini pelaksanaan hak mereka, atau DPR hanya ingin pertontonkan arogansinya? Tidak tepat bersikukuh meminta KPK membuka rekaman," kata Almas.
Menurut dia, semestinya DPR mendukung upaya pemberantasan korupsi oleh KPK. Bukannya justru melemahkan dengan pengajuan hak angket tersebut.
"Tidak perlu terburu-buru merasa tersinggung, tidak terima disebut. Serahkan saja dalam ranah penegakan hukum," kata Almas.
Baca juga: Hak Angket untuk Lemahkan KPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.