Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar Menyikapi Perbedaan dari Gus Dur, Cak Nur, dan Buya Syafi'i

Kompas.com - 13/04/2017, 09:36 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Nurcholis Madjid (Cak Nur), dan Ahmad Syafi'i Maarif (Buya Syafi'i).

Ketiganya dikenal luas sebagai tokoh toleransi. Gus Dur, Cak Nur, dan Buya Syafi'i juga mengajarkan bagaimana menyikapi perbedaan pemikiran di tengah-tengah masyarakat, tanpa perlu takut menyampaikan pemikiran yang otentik.

Sekretaris Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, membaca lagi pemikiran ketiga tokoh tersebut di saat situasi memanas seperti sekarang menjadi relevan.

"Kebebasan berpendapat saat ini mejadi sesuatu yang mewah. Orang tak bisa lagi menulis di media dengan genit mengemukakan pemikiran yang berbeda karena risikonya bukan dia didebat tapi dia didamprat," ujar Mu'ti dalam diskusi yang bertajuk Merawat Pemikiran Guru-guru Bangsa di Hotel Atlet Century, Jakarta, Rabu (12/4/2017).

(Baca: Gus Dur, Cak Nur, Buya Syafi'i Dinilai Kedepankan Islam Substansif)

Mu'ti menilai ada pergeseran dalam menghadapi perbedaan di masa lalu dan di era sekarang. Ia mengatakan, di masa lalu ketika Cak Nur, Buya Syafi'i, dan Gus Dur masih aktif menulis di media massa dengan pemikiran-pemikiran barunya, masyarakat mampu menyikapi secara intelektual.

Ia menyampaikam ketika Cak Nur berbeda pendapat dengan pandangan umum dan intelektual muslim lain dalam suatu hal, mereka yang berbeda itu lantas menuliskan kritiknya dalam sebuah buku.

Sehingga pemikirannya bisa dikaji generasi berikutnya. Dan itu justru membangun generasi intelektual dimana orang bisa berbeda pendapat secara tajam namun tetap bersahabat. Mereka yang berbeda bersedia mendengar satu sama lain.

"Dan itu membuat kami dulu sebagai seorang mahasiwa memiliki dorongan yang kuat bahwa dunia intelektual itu indahnya luar biasa. Bisa mengalahkan pengapnya kamar-kamar kos kami itu," papar Mu'ti.

"Nah ini kan sesuatu yang kita rindukan karena ketika orang itu berpikir yang agak berbeda itu hujatannya luar biasa sekarang," lanjut dia.

Mu'ti juga menceritakan kebiasaan Buya Syafi'i yang gemar berdiskusi. Tak jarang, kata dia, Biya berbeda pandangan dengan PP Muhammadiyah.

Di saat perbedaan sangat tajam seperti sekarang, Mu'ti mengatakan Buya menjadi teladan bagi umat Islam dalam menyikapi keberagaman tanpa harus takut menyampaikan pendapat yang berbeda.

"Bahkan Buya santai saja saat dikritik oleh organisasi yang pernah dipimpinnya (Muhammadiyah) dalam menyampaikan tafsir surat Al Maidah ayat 51," kata dia.

"Buya kalau dikritik enggak pernah marah. Malah kalau semakin dikritik semakin menikmati. Kadang kami di Muhammadiyah kalau sudah mengkritik Buya lupa kalau Buya itu tokoh senior dan Ketua Umum Muhammadiyah waktu itu."

Kompas TV PR Pemerintahan Jokowi - SATU MEJA
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com