JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota DPD asal Kalimantan Selatan Sofwat Hadi berencana mengadukan tindakan Mahkamah Agung terkait lembaga DPD, kepada Komisi Yudisial (KY).
Aduan itu atas keputusan MA yang memandu sumpah jabatan pimpinan baru DPD, Oesman Sapta Odang sebagai ketua serta Nono Sampono dan Darmayanti Lubis sebagai wakil ketua.
Ia mempertanyakan dasar MA melantik pimpinan baru. Padahal, MA sebelumnya telah membatalkan Tata Tertib DPD RI Nomo 1 Tahun Nomor 1 Tahun 2016 yang mengatur masa jabatan Pimpinan DPD menjadi 2,5 tahun.
"Kita akan ke Komisi Yudisial untuk memeriksa atau mempelajari kenapa kok MA mengambil sumpah?" ujar Sofwat dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (8/4/2017).
(Baca: Peneliti Formappi: Marwah DPD Dikalahkan Kepentingan Politik)
Pengambilan sumpah itu, kata Sofyat, justru bertentangan dengan putusan MA.
Jika mengikuti aturan yang diputuskan MA, maka pimpinan DPD yang sah saat ini masih Mohammad Soleh, Farouk Muhammad, dan GKR Hemas.
"Harusnya masih Bu Hemas, Pak Soleh juga belum mengundurkan diri," kata dia.
Soleh, kata Sofwat, masih berhak menjadi Ketua DPD RI menggantikan Irman Gusman yang terjerat kasus di KPK.
"Kalau ini tidak diselesaikan, pimpinan DPD masih dualisme. Masih terbelah," kata Sofwat.
Selain itu, Sofwat mendesak MA untuk membatalkan pengambilan sumpah jabatan pimpinan baru DPD.
(Baca: Senator DPD Sebut Ada Pimpinan yang Pernah Datangi Kemenkumham Minta Cabut Tatib)
Sehingga putusan MA yang mengembalikan tata tertib lama soal masa kepemimpinan lima tahun bisa diberlakukan.
Putusan MA terkait uji materi tata tertib DPD membuat lembaga senator itu terbelah. Sebagian menganggap tak ada dasar hukum untuk memilih pimpinan periode 2017-2019, di sisi lain ada yang bersikeras ingin mengganti pimpinan.
Dalam putusan tersebut juga terdapat kesalahan penulisan. Itu membuat polemik kian tajam.