JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu, Lukman Edy menyatakan, ada wacana dari Pansus untuk memberi kewenangan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
Hal itu mengemuka karena ada beberapa PKPU yang kerap bertentangan dengan undang-undang.
"Misal, PKPU pemilu lalu tentang perwakilan perempuan yang dinilai melangkahi norma di undang-undang, yang memperberat memenuhi kuota 30 persen itu," ujar Lukman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/4/2017).
Karena itu, Pansus berencana memberi ruang kepada Bawaslu untuk lebih aktif dalam menguji dan menyikapi putusan PKPU.
Sebab, selama ini, Lukman menilai PKPU cukup tertutup untuk diuji oleh lembaga penyelenggara pemilu seperti Bawaslu. Selama ini, ruang pengujian PKPU masih menjadi milik masyarakat.
"Jadi mau nanti MK (Mahkamah Konstitusi) kabulkan JR (judicial review) soal konsultasi mengikat atau tidak, hubungan antara KPU-DPR akan kami tata. Mau menghilangkan kata konsultasi, mau menghilangkan kata mengikat, hubungan itu tetap akan lebih baik," ujar Lukman.
Saat ini Pansus tengah menguji wacana tersebut. Ini disebabkan wacana tersebut bisa saja bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lain, khususnya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan.
Dalam undang-undang tersebut, bila ada peraturan bertentangan dengan undang-undang, maka lembaga yang berhak membatalkannya ialah Mahkamah Agung (MA) melalui proses uji materi.
"Makanya, itu juga yang masih kami pikirkan. Ini kan lex specialist. Berdasarkan peraturan perundangan soal pelanggaran administrasi, itu kan normalnya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)," kata Lukman.
"Tapi karena ada spesifik proses pemilu, bisa saja diberi kewenangan itu kepada Bawaslu. Jadi sama saja. Tapi kalau tidak bisa, ya nanti Bawaslu diberi kewenangan untuk menguji PKPU ke MA," ucap politisi PKB itu.