JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun menilai tidak terbukanya informasi menjadi faktor sulitnya pengusutan kasus korupsi di sektor pertahanan pada pembelian alutsista.
Menurut Tama, dalam pembelian alutsista kerap dikaitkan dengan alasan kerahasiaan negara. Sehingga, publik tidak bisa mengakses informasi terkait anggaran pembelian alutsista.
"Ada bayang-bayang bahwa alutsista adalah rahasia negara maka orang enggak bisa akses dan dapat informasi sembarangan. Kemudian itu jadi tertutup," ujar Tama di kantor Imparsial, Tebet, Jakarta, Selasa (4/4/2017).
Tama menyarankan, anggaran dalam pembelian alutsista dapat diakses publik. Jika pun ada beberapa hal yang sifatnya rahasia tentu tidak semua pembelian alutsista sifatnya rahasia.
"Kalau pencegahan, tetap perlu keterbukaan informasinya. Mana saja yang rahasia dan bukan," kata Tama.
Selain itu, dalam pembelian alutsista juga melibatkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Masukan dan saran yang diberikan LKPP dalam proses pembelian alutsista perlu diperhatikan.
Sementara, Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, potensi korupsi sektor pertahanan melalui pembelian alutsista sangat banyak, mulai dari pembelian hingga perawatan.
Pola korupsinya terjadi dalam berbagai bentuk.
"Antara lain, penggelembungan harga pembelian alutsista atau mark up, pembelian alutsista yang under-spec (spesifikasi alutsista tidak seperti semestinya), hingga pemangkasan biaya perawatan," kata Al Araf.