JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penggeledahan terkait kasus suap di PT PAL, dalam pengadaan dua kapal perang untuk Pemerintah Filipina.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, hari ini, Senin (3/4/2017), penyidik KPK menggeledah kediaman mantan Direktur Utama PT PAL Indonesia, M Firmansyah Arifin di Surabaya.
Lalu, penggeledahan juga terjadi di kediaman General Manager Treasury PT PAL Indonesia Arif Cahyana di Surabaya dan di Jakarta.
"Penggeledahan di Jakarta masih berlangsung. Kami belum bisa sampaikan lebih rinci," ucap Febri, di gedung KPK, Jakarta, Senin.
Febri melanjukan, pada Minggu (2/4/2017), KPK juga melakukan penggeledahan di dua lokasi.
"Pertama di rumah tersangka SAR (Direktur Keuangan PT PAL Indonesia Saiful Anwar) di Surabaya dan salah seorang saksi di Surabaya," ujar Febri.
Febri menuturkan, penggeledahan dilakukan sejak pukul 11.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB. Dari kedua lokasi, penyidik KPK menyita sejumlah barang bukti elektronik dan dokumen.
Sebelumnya, pada Sabtu (1/4/2017), KPK telah melakukan penggeledahan di tiga kantor PT PAL di Jakarta dan Surabaya.
(Baca: KPK Geledah Tiga Kantor PT PAL di Jakarta dan Surabaya)
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Direktur Utama PT PAL Indonesia, M Firmansyah Arifin, General Manager Treasury PT PAL Indonesia, Arif Cahyana, dan Direktur Keuangan PT PAL Indonesia, Saiful Anwar sebagai tersangka.
(Baca: KPK Tetapkan Dirut dan Dua Pejabat PT PAL Indonesia sebagai Tersangka)
KPK juga menetapkan perantara penjualan kapal dari perusahaan AS Ashanti Sales Inc, Agus Nugroho, sebagai tersangka.
Dalam operasi tangkap tangan, KPK menyita uang senilai 25.000 dollar AS yang diduga sebagai pemberian kepada pejabat PT PAL Indonesia.
Firmansyah, Arif Cahyana dan Saiful Anwar disangka melanggar Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara, Agus Nugroho sebagai pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.