JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang kasus dugaan korupsi e-KTP akan menjadi salah satu sidang kasus korupsi terpanjang di Indonesia. Jumlah saksi yang akan dihadirkan dalam sidang sebanyak 133 orang.
Dalam sidang perdana, jaksa menyebut ada 294 saksi yang pernah diperiksa di tingkat penyidikan. Namun, hanya 133 di antaranya yang akan dihadirkan dalam sidang. Majelis hakim pun sepakat jika saksi tak dihadirkan seluruhnya.
"Penasihat hukum harus menghadapi proses pemeriksaan panjang dan melelahkan. Saya imbau supaya kita yang terlibat dapat menjalankan tugas masing-masing dengan profesional," kata Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butar Butar, saat itu.
Pada dua pekan pertama, sidang dilakukan satu kali dalam satu pekan. Namun, mulai pekan ini, sidang dilakukan dua kali dalam sepekan.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Irene Putri mengatakan, Jika masa sidang tidak dipersingkat, maka butuh waktu banyak untuk proses persidangan.
"Sidang kan dibatasi waktu," ujar Irene.
Ada waktu 90 hari masa sidang yang harus diperhitungkan. Hal itu diatur dalam Pasal 58 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, yang isinya menyatakan bahwa perkara tindak pidana korupsi diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tipikor dalam waktu 90 hari kerja terhitung sejak tanggal perkara dilimpahkan ke pengadilan.
Jaksa kemudian mengatur strategi pemeriksaan saksi. Jaksa tak ingin ada saksi yang terlewatkan karena batasan waktu tersebut.
Irene mengatakan, idealnya dalam satu kali sidang ada enam atau tujuh saksi yang diperiksa.
"Seperti biasa, kami akan panggil enam hingga tujuh orang," kata Irene.
Jika sidang dilakukan satu kali dalam satu pekan, dengan jumlah saksi tujuh orang per hari, maka sidang baru akan selesai dalam minggu ke-19 atau lebih dari empat bulan. Sangat melebihi batas waktu 90 hari.
Sementara itu, jika sidang dilakukan dua kali dalam satu pekan, maka waktu yang dibutuhkan sekitar 10 pekan atau sekitar 2,5 bulan.
Hakim pun sepakat dengan keputusan jaksa. Mulai saat ini, sidang e-KTP akan digelar setiap minggu pada hari Senin dan Kamis.
(Baca: Mulai Pekan Ini, Sidang E-KTP Dilakukan Dua Kali dalam Seminggu)
Dalam kasus ini, dua orang yang jadi terdakwa yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementeriam Dalam Negeri, Irman serta mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto.
Perbuatan keduanya diduga merugikan negara Rp 2,3 triliun. Banyak pihak yang disebut dalam dakwaan telah menerima dana hasil korupsi e-KTP tahun 2011-2012.
Korupsi terjadi sejak proyek itu dalam perencanaan serta melibatkan anggota legislatif, eksekutif, Badan Usaha Milik Negara, dan swasta.
(Baca juga: Jaksa KPK Akan Hadirkan Semua Anggota DPR yang Bahas Proyek E-KTP)
Dalam dakwaan, DPR RI menyepakati anggaran proyek e-KTP sesuai grand design 2010, yaitu RP 5,9 triliun. Dari anggaran itu, sebesar 51 persen atau Rp 2,662 triliun digunakan untuk belanja modal atau belanja riil pembiayaan proyek e-KTP.
Sedangkan 49 persen atau sebesar Rp 2,558 triliun dibagi-bagi ke sejumlah pihak, termasuk anggota Komisi II DPR RI dan Badan Anggaran DPR RI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.