Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Luhut Ibaratkan Freeport Penyewa Rumah yang Tunduk, Bukan yang Atur

Kompas.com - 23/03/2017, 15:59 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menganalogikan PT Freeport Indonesia seperti seorang penyewa rumah yang seharusnya tunduk kepada pemerintah Indonesia selaku pemilik rumah.

Luhut mengatakan, jika Freeport ingin tetap tinggal di Indonesia, maka seharusnya ikut ketentuan Indonesia sebagaimana aturan sewa menyewa rumah.

Hal itu disampaikan Luhut saat membuka seminar pariwisata bertajuk "Investasi Guna Mendorong Pertumbuhan Pariwisata Pulau Sumbawa" di Jakarta, Kamis (23/3/2017), seperti dikutip Antara.

"Bagaimana dengan Freeport? Kita analogikan ini rumah kita, kita sewakan dan sewanya selesai 2021. Freeport bilang 'Kok saya sudah jatuh cinta.' Lalu dia bilang mau. Karena saya yang punya, saya punya syarat kalau dia mau. Bukan kau yang atur. Ini terbalik, orang sana yang punya syarat," kata Luhut.

(baca: Presiden Jokowi dan Gubernur Papua Sudah Satu Sikap soal Freeport)

Achmad Fauzi Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan di Kantor Kementerian Koordinator Kemaritiman Jakarta, Senin (27/2/2017). 
Luhut mengaku, saat ini pemerintah dan pihak perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu terus melakukan negosiasi secara baik-baik.

"Sekarang jalan. Enggak alot," terangnya.

Mantan Menko Polhukam itu menegaskan, pemerintah Indonesia tidak bisa diatur oleh Freeport terkait kontrak pertambangan yang ada.

(baca: Stafsus Presiden: 50 Tahun, Freeport Lakukan Apa bagi Indonesia?)

Oleh karena itu, pemerintah tegas menginginkan agar Freeport menuruti permintaan dan aturan yang telah ditetapkan seperti mengubah status kontrak menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), divestasi saham 51 persen serta mendorong pembangunan smelter.

"Ya, harus nurut. Kalau enggak nurut terus saja ekspor, tapi 2021 nanti selesai," tegasnya.

Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, memperpanjang pelaksanaan ekspor konsentrat dengan sejumlah syarat.

(baca: Tak Hanya soal Bisnis Tambang, Freeport Dinilai Punya Segudang "Dosa")

Syarat tersebut, yakni pemegang KK harus beralih operasi menjadi perusahaan IUP (izin usaha pertambangan) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) serta membuat pernyataan kesediaan membangun "smelter" dalam jangka waktu 5 tahun.

Syarat lain adalah kewajiban divestasi hingga 51 persen.

Pemerintah menyodorkan perubahan status PT FI dari sebelumnya kontrak karya (KK) menjadi IUPK agar bisa tetap melanjutkan operasi di Indonesia.

Sementara itu, Freeport bersikeras tidak dapat melepaskan hak-hak hukum yang diberikan dalam KK 1991.

Lantaran tidak ingin beralih status menjadi IUPK dan bersikukuh mempertahankan status KK, Freeport hingga saat ini menghentikan aktivitas produksi sehingga menyebabkan relatif banyak karyawan yang dirumahkan dan diberhentikan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber ANTARA
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan 'Cawe-cawe' Pj Kepala Daerah

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan "Cawe-cawe" Pj Kepala Daerah

Nasional
Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Nasional
Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Nasional
Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com