JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus dugaan korupsi proyek e-KTP berpotensi menurunkan elektabilitas partai politik yang diduga terkait.
Namun, di sisi lain, hal itu bisa dimanfaatkan partai-partai baru untuk memeroleh dukungan publik.
"Kalau bicara kasus e-KTP, itukan terjadi sejak 2009. Memang partai-partai seperti Nasdem akan punya ruang gerak lebih besar apabila partai besar terkena isu korupsi," ujar pengamat politik dari Indo Barometer M Qodari dalam diskusi Polemik di Cikini, Jakarta, Sabtu (8/3/2017).
(baca: Ini 7 Fakta Menarik Sidang Kedua Kasus E-KTP)
Menurut Qodari, isu korupsi masih menjadi salah satu penentu yang memengaruhi keputusan masyarakat dalam pemungutan suara.
Semakin sering kader partai terindikasi korupsi, maka akan semakin menurun tingkat kepercayaan publik.
Meski demikian, menurut Qodari, partai-partai baru juga tidak akan dengan mudah merebut pemilih partai-partai besar.
(baca: Ini Daftar Mereka yang Disebut Terima Uang Proyek E-KTP)
Dengan meningkatnya indikasi korupsi, maka kepercayaan publik terhadap partai politik secara umum juga akan menurun.
"Mereka harus tunjukkan dulu bahwa mereka lebih baik dari partai lain yang terindikasi korupsi. Kalau tidak, ya percuma, tidak akan dipilih juga," kata Qodari.
Banyak nama yang disebut dalam surat dakwaan kasus korupsi e-KTP. Puluhan anggota Komisi II DPR periode 2009-2014 disebut menerima fee dari uang yang dianggarkan dalam proyek e-KTP.
Tidak hanya secara perorangan, uang korupsi dalam proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun itu juga disebut mengalir pada sejumlah partai politik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.