JAKARTA, KOMPAS.com - Pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla), Eko Susilo Hadi, ingin membongkar pelaku utama dalam perkara suap yang melibatkan dirinya. Hal itu ditunjukan dengan permohonan untuk menjadi justice collaborator, atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan hukum.
"Tersangka ESH (Eko Susilo Hadi) telah mengajukan diri sebagai JC kepada KPK. Tentu kami akan pertimbangkan pengajuan itu," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Selasa (14/3/2017).
Menurut Febri, permohonan JC tersebut adalah sinyal positif untuk membantu penyidik KPK dalam penanganan lebih lanjut kasus suap terkait pengadaan monitoring satelit di Bakamla. Permohonan JC dapat membantu KPK membongkar keterlibatan pelaku lain yang juga terlibat.
(Baca: Kepala Bakamla Disebut Minta "Fee" Miliaran, KPK Serahkan ke POM TNI)
Meski demikian, pengajuan permohonan JC tersebut juga perlu dibuktikan oleh tersangka. Misalnya, Eko harus mengakui perbuatan, dan memberi informasi yang seluasnya tentang keterlibatan pihak lain yang lebih besar.
Eko merupakan Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerjasama Bakamla. Eko disebut menerima suap sebesar 100.000 dollar Singapura dan 88.500 dollar AS, dan 10.000 Euro.
Eko juga sebagai Sekretaris Utama Bakamla dan kuasa pengguna anggaran (KPA) Satuan Kerja Bakamla Tahun Anggaran 2016.
(Baca: Kepala Bakamla Disebut Minta "Fee" 7,5 Persen dari Pengadaan Monitoring Satelit)
Eko dan tiga pemberi suap ditangkap oleh petugas KPK, sesaat setelah terjadi penyerahan uang. Namun, berkas penyidikan tiga pemberi suap lebih dulu dilimpahkan ke tahap penuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam surat dakwaan terhadap tiga pemberi suap, nama Kepala Bakamla Arie Soedewo disebut terlibat dalam perkara suap terkait pengadaan monitoring satelit. Bahkan, Arie disebut meminta fee sebesar 7,5 persen dari nilai proyek sebesar Rp 222,4 miliar.