JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan meminta sosialisasi revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilakukan Badan Keahlian DPR dihentikan.
Menurut Zulkifli, sosialisasi revisi Undang-undang KPK yang dilakukan sekarang justru akan menimbulkan kritik dari masyarakat.
"Tentu akan menjadi pertanyaan banyak orang. Tidak tepat saatnya," kata Zulkifli saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/3/2017).
Saat ini, ia mengatakan, semestinya semua pihak termasuk DPR mendukung penuh langkah KPK dalam menyidik kasus korupsi yang masih marak terjadi di Indonesia.
(Baca: Revisi UU KPK Kembali Mencuat setelah Ramai Kasus E-KTP, Ada Apa?)
Apalagi, menurut Zulkifli, KPK perlu didukung penuh dalam mengusut kasus E-KTP yang melibatkan sejumlah legislator.
Ia pun selaku Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) melarang fraksinya untuk mendukung bila nantinya revisi Undang-undang KPK dimasukan ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2017.
"Kami (PAN) enggak akan mendukung, belum ada juga (fraksi) yang mendekati kami untuk mengajak untuk merevisi Undang-undang KPK," lanjut Zulkifli.
Sejumlah penolakan disuarakan menyusul bergulir kembalinya wacana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di DPR. Meski begitu, Badan Keahlian DPR tetap melanjutkan sosialisasinya ke sejumlah universitas di Indonesia sesuai jadwal.
(Baca: Fadli Zon Akui Pimpinan DPR Minta Sosialisasikan Revisi UU KPK)
Menurut Johnson, sosialisasi revisi UU KPK yang tengah berlangsung ada di forum akademik dan DPR tengah menyerap pendapat publik seluas-luasnya. Johnson menegaskan, tak ada pengambilan keputusan di ujung sosialisasi ini. BKD hanya mengenalkan konsep yang ada kepada publik.
"Karena sudah merupakan program, kami tetap jalan," kata Ketua Badan Keahlian DPR, Johnson Rajagukguk saat ditemui di Gedung Sekretariat Jenderal DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/3/2017).