JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring mengatakan, fraksinya belum bersikap soal wacana hak angket kasus e-KTP.
Saat ini, para anggota DPR tengah menjalani masa reses dan masih berada di daerah pemilihan masing-masing.
"Mungkin saya akan tanyakan dulu bagaimana. Tapi saya belum melihat ada lintas fraksi bicara. Mungkin pada reses semua," kata Tifatul, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/3/2017).
(Baca: Ini Alasan Fahri Hamzah Usulkan Hak Angket Kasus E-KTP)
Tifatul enggan berkomentar soal kemungkinan sikap yang akan diambil fraksinya. Hak angket dinilai bermuatan politis.
Oleh karena itu, ia mengingatkan agar berhati-hati menggulirkan hak angket.
Menurut dia, fraksi-fraksi partai penguasa pasti akan keberatan dengan usulan hak angket tersebut.
"Sebab, hak angket ini bisa belok-belok. Setelah hak angket, hak menyatakan pendapat. Setelah itu bisa impeachment. Macam-macam. Risikonya, maksud saya. Sehingga hati-hati," ujar mantan Menteri Komunikasi dan Informatika itu.
TIfatul menilai, hak angket dapat diajukan untuk melakukan investigasi terhadap pemerintah yang sedang menjabat, bukan pemerintahan di masa lalu.
"Kalau masa lalu sudah selesai ceritanya. (Hak angket) Anda bertanya pada pemerintah sekarang, bukan yang dulu. Kalau yang dulu, wawancara saja enggak usah angket-angketan," ujar dia.
Sebelumnya, Fahri Hamzah mengajak para anggota DPR menggunakan hak angket untuk menyelidiki secara menyeluruh masalah yang terjadi.
(Baca: Hanura: Hak Angket Kasus E-KTP Berpotensi Timbulkan Kecurigaan Rakyat)
Fahri menduga ada yang tidak beres dalam proses pengusutan kasus dugaan korupsi e-KTP tersebut.
Dia kemudian menganalogikan apa yang dilakukan KPK saat ini dengan kasus korupsi dagang sapi yang menimpa mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq pada 2013 lalu.
Saat itu, ada banyak politisi yang namanya disebut, tetapi hanya Lutfi yang divonis.