JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Arie Soedewo disebut untuk ketiga kalinya dalam surat dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Arie disebut terlibat dalam kasus dugaan suap terkait pengadaan monitoring satelit di Bakamla.
Kali ini, nama Arie tercantum dalam surat dakwaan untuk Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah, yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/3/2017).
Arie disebut meminta keuntungan atau fee sebesar 7,5 persen dari nilai proyek sebesar Rp 222,4 miliar.
"Pada saat itu, Arie Soedewo menyampaikan dari jatah 15 persen dari nilai pengadaan, untuk Bakamla mendapatkan jatah 7,5 persen," ujar jaksa Kiki Ahmad Yani, di Pengadilan Tipikor Jakarta.
(Baca: KPK: Dugaan Suap untuk Kepala Bakamla Akan Dibuktikan di Pengadilan)
Pemberian suap kepada empat pejabat Bakamla awalnya bertujuan agar perusahaan milik Fahmi Darmawansyah, yakni PT Melati Technofo Indonesia, dimenangkan dalam kegiatan pengadaan monitoring satelit di Bakamla.
Keikutsertaan perusahaan milik Fahmi diawali kedatangan politisi PDI Perjuangan Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi dan Kepala Bakamla Arie Soedewo ke Kantor PT Merial Esa di Jalan Imam Bonjol, Jakarta.
Dalam pertemuan itu, Ali Fahmi menawarkan Fahmi Darmawansyah yang juga Direktur Utama PT Merial Esa untuk bermain proyek di Bakamla.
Namun, Fahmi diminta untuk mengikuti arahan Ali Fahmi, dan memberikan fee sebesar 15 persen dari nilai pengadaan.
Selanjutnya, Ali Fahmi mengatakan kepada Fahmi bahwa anggaran telah disetujui sebesar Rp 400 miliar.
Untuk itu, Ali Fahmi meminta pembayaran fee di muka sebesar 6 persen dari nilai anggaran.
(Baca: Kepala Bakamla Disebut Minta "Fee" 7,5 Persen dari Pengadaan Monitoring Satelit)
Menindaklanjuti hal itu, pegawai PT Merial Esa, Muhammad Adami Okta kemudian menyerahkan uang Rp 24 miliar kepada Ali Fahmi.
Selanjutnya, Fahmi mengikuti proses lelang pengadaan monitoring satelit dan pengadaan drone di Bakamla.