Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Tak Menutup Kemungkinan Ada Kriminalisasi KPK Pasca Kasus E-KTP

Kompas.com - 11/03/2017, 15:59 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menuturkan bahwa dirinya sudah memprediksi akan ada kegaduhan politik, pasca terungkapnya nama-nama dalam dakwaan kasus dugaan korupsi e-KTP.

Terungkapnya nama-nama besar dalam dakwaan kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) pun menimbulkan kekhawatiran adanya upaya kriminalisasi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Emerson, untuk menghindari adanya kriminalisasi, KPK harus meminta dukungan dari Presiden Joko Widodo dalam menuntaskan kasus dugaan korupsi e-KTP.

"Memang akan ada kegaduhan. Maka, dukungan eksekutif penting untuk hindari kriminalisasi demi kepentingan negara yang lebih luas. Jika tidak, maka penjahat e-KTP akan melawan dengan melaporkan penyidik dan komisioner. Akan ada kriminilasasi jilid sekian," ujar Emerson dalam diskusi Perspektif Indonesia bertema 'KTP Diurus KPK', di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/3/2017).

(Baca: Jokowi : E-KTP "Bubrah" Gara-gara Anggaran Dikorupsi!)

Emerson menuturkan, KPK tidak bisa dibiarkan berjalan sendirian dalam melakukan kerja-kerja pemberantasan korupsi. Sebab, sebagian besar kasus korupsi selalu memiliki unsur politik.

Dalam kasus dugaan korupsi e-KTP pun, kata dia, sangat jelas terlihat unsur politiknya. Menurut Emerson upaya perlawanan terhadap KPK mulai terlihat dengan adanya gelagat merevisi Undang-Undang KPK. Hal tersebut tentu akan membuat kinerja KPK semakin menurun.

Selain itu, KPK juga membutuhkan dukungan penuh dari publik agar upaya kriminalisasi yang pernah menimpa komisioner KPK sebelumnya tidak terulang.

(Baca: Siapa Penerima "Fee" Terbesar dari Kasus Korupsi E-KTP?)

"Kenapa harus meminta dukungan Istana, karena KPK juga melihat gelagat perlawanan dari DPR melalui legislasi," ucapnya.

Pada kesempatan yang sama, Mantan Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja, menuturkan bahwa sebelum penetapan tersangka dalam kasus korupsi, lembaganya selalu berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Presiden.

Menurut Pandu, hal ini juga seharusnya berlaku saat penanganan kasus e-KTP. Adnan mengatakan, tujuan dari koordinasi tersebut untuk memberikan informasi kepada Presiden sekaligus mengantisipasi adanya guncangan politik pasca pengungkapan kasus.

"Kami sekalian minta bantuan Presiden untuk memberikan perlindungan jika terjadi sesuatu," ujar Adnan.

Kompas TV Mendagri Pastikan E-KTP Berjalan & Aman
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com