JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Konstitusi nonaktif Patrialis Akbar tidak mempersoalkan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang merekomendasikan pemberhentian secara tidak hormat terhadap dirinya.
Patrialis menilai keputusan itu merupakan tugas dan fungsi MKMK.
"Tidak apa-apa, majelis kehormatan itu laksanakan tugasnya. Kami hormati, KPK juga kami hormati ya," kata Patrialis seusai diperiksa di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Rabu (22/2/2017).
Sebelumnya, MKMK memutuskan bahwa Patrialis Akbar terbukti melakukan pelanggaran etik berat.
(Baca: Putusan MKMK Terkait Patrialis Akbar Akan Diserahkan ke Jokowi)
Hal itu disampaikan ketua MKMK Sukma Violetta dalam sidang pengucapan putusan akhir pelanggaran etik Patrialis yang digelar di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (16/2/2017).
"Memutuskan, menyatakan satu hakim terduga Patrialis Akbar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan pedoman perilaku hakim," kata Sukma.
Selain itu, MKMK juga merekomendasikan agar Patrialis diberhentikan secara tidak hormat.
Dalam pertimbangannya, MKMK menilai Patrialis melanggar etik berat lantaran membocorkan putusan perkara yang sifatnya rahasia. Hal itu terungkap dari berbagai bukti dan keterangan para saksi. Salah satunya, keterangan Kamaluddin.
(Baca: MKMK Jatuhkan Sanksi Pemberhentian Tidak Hormat kepada Patrialis)
Patrialis menolak menjawab saat ditanya soal bocornya draf putusan tersebut. Menurut dia, seluruh materi perkaranya akan terungkap di pengadilan.
"Nanti lah di pengadilan saja," kata Patrialis.
Patrialis ditangkap dalam operasi tangkap tangan KPK pada Rabu (25/1/2017). Ia diduga menerima suap sebesar 20.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar dari Basuki Hariman dan perantara suap, yakni Kamaluddin.
Dalam penangkapan tersebut, KPK menemukan draf putusan uji materi nomor 129/PUU/XII/2015 terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.