Dewan Kerukunan Nasional
Munculnya wacana rekonsiliasi kasus pelanggaran HAM masa lalu seiring dengan tercetusnya pembentukan Dewan Kerukunan Nasional (DKN) oleh Menko Polhukam Wiranto. Pembentukan DKN disepakati saat rapat paripurna kabinet yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Rabu (4/1/2016).
Wiranto menyebut salah satu tujuan pembentukan adalah menggantikan peran KKR untuk menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM masa lalu. Namun, kemudian, pernyataan tersebut dia bantah.
Menurut Wiranto, kewenangan DKN hanya berada pada lingkup penyelesaian konflik horizontal di tengah masyarakat dan konflik vertikal yang terjadi antara masyarakat dan pemerintah.
Meski demikian, kata Rosyidi, masih ada kekhawatiran bahwa DKN digunakan sebagai sarana rekonsiliasi kasus HAM masa lalu.
(Baca: Datangi Istana, Kontras Protes Pembentukan Dewan Kerukunan Nasional)
"Pembentukan DKN saya rasa lebih pada manuver politik. Langkah politik yang dikeluarkan itu cenderung cari aman. Selalu, dalam proses penyelesaian pelanggaran HAM itu dipukul rata melalui jalur non-yudisial. Padahal, rekonsiliasi itu butuh pengungkapan kebenaran melalui jalur yudisial," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Divisi Pemantauan dan Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Feri Kusuma mengatakan, berdasarkan investigasi dan informasi yang diperoleh dari Kantor Staf Kepresidenan, ada tiga poin utama kewenangan DKN dalam draf rancangannya.
Ketiga poin tersebut adalah penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu, serta penanganan konflik horizontal dan kasus intoleransi.
Menurut Feri, pembentukan DKN tidak sesuai dengan komitmen Presiden Jokowi dalam menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM masa lalu.
(Baca: Jokowi Akui Belum Berhasil Selesaikan Pelanggaran HAM Masa Lalu)
Saat pidato peringatan hari HAM se-dunia, 9 Desember 2014 dan 11 Desember 2015, Presiden Jokowi menegaskan, kasus pelanggaran HAM masa lalu akan diselesaikan melalui dua jalan, yakni jalur yudisial dan non-yudisial.
Pidato tersebut ditegaskan kembali secara spesifik dalam dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019.
"Kami menolak konsep DKN yang diusulkan oleh Wiranto. DKN memiliki sejumlah cacat, tidak kredibel dan melanggar aturan. Dugaan bahwa DKN ini punya kepentingan politik pribadi Wiranto juga terlihat dalam proses penyusunan konsep dan draf-nya yang sangat tertutup dan tidak partisipatif. Korban tidak diajak bicara atau dimintai pendapat," kata Feri.