JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melakukan kerja sama dalam pencegahan dan perlindungan anak terhadap potensi radikalisme.
Kedua lembaga itu menandatangani nota kesepahaman pada Senin (13/2/2017).
Ketua KPAI Asrorun Ni'am Sholeh mengatakan, radikalisme tidak lagi menyasar kelompok dewasa.
Bahkan, kata dia, telah terjadi aksi teror di level anak.
"Kasus Medan yang terakhir saya kira menunjukkan betapa usia paparan terorisme semakin muda," kata Asrorun, di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (13/1/2017).
Asrorun menyebutkan, data KPAI, terjadi jumlah peningkatan pelanggaran terhadap anak sebesar 3 persen dibanding tahun 2015, dari 4.309 menjadi 4.482 kasus.
Dari jumlah itu, kasus yang terkait dengan agama dan budaya, di mana radikalisme menjadi salah satunya, anak yang terpapar radikalisme meningkat 42 persen dari 180 kasus menjadi 256 kasus.
"Artinya butuh usaha khusus untuk kepentingan pencegahan terorisme dengan reedukasi dan pencegahan secara dini," ujar Asrorun.
Sementara itu, Kepala BNPT Komisaris Jenderal Suhardi Alius mengatakan, pemahaman radikal telah diterima anak sejak kelas 5 SD sampai kelas VII SLTA.
Menurut Suhardi, anak tersebut telah mampu membuat sesuatu yang membahayakan.
"Kami dekat dengan reedukasi dengan semua lintas. Ada Kementerian Agama, KPAI, Pemda, BNPT terlibat. Kami tidak pernah berhenti cari pola yang pas untuk perlindungan dan pengawasan anak," ujar Suhardi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.