JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) melaporkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto ke Ombudsman.
Selain Wiranto, Kontras juga melaporkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan, pelaporan ini terkait kebijakan Wiranto dan Komnas HAM dalam penyelesaian kasus HAM berat masa lalu.
(Baca: Pemerintah Putuskan Penyelesaian Kasus Trisakti dan Semanggi Melalui Jalur Rekonsiliasi)
Sejumlah aktivis dan keluarga korban HAM berat masa lalu merasa Wiranto dan Komnas HAM telah menyalahi aturan dengan memutuskan penyelesaian melalui jalur rekonsiliasi.
"Hari ini kami melaporkan dugaan mala-administrasi yang dilakukan pejabat publik Wiranto dan Komnas HAM," ujar Haris di Gedung Ombudsman Jakarta, Kamis (2/2/2017).
Dalam rapat yang dilakukan beberapa hari lalu di kantor Kemenko Polhukam, Wiranto dan Komisioner Komnas HAM memutuskan penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II (kasus TSS) melalui jalur non-yudisial atau rekonsiliasi.
Rencananya, yang menjadi pelaksana adalah Dewan Kerukunan Nasional.
(Baca: Pelanggaran HAM Masa Lalu Diselesaikan Melalui Rekonsiliasi karena Sulit Bukti dan Saksi)
Haris mengatakan, berdasarkan undang-undang, Kemenko Polhukam tugasnya hanya bersifat koordinasi, tidak untuk memutuskan suatu kebijakan penyelesaian kasus HAM.
Padahal, sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang HAM, tugas penyelesaian kasus HAM ditangani oleh Komnas HAM, Kejaksaan Agung, dan persetujuan dari DPR, presiden, dan pengadilan.
"Apa yang dilakukan Wiranto adalah mala-administrasi, menggunakan kewenangan untuk hal yang di luar kewenangan," kata Haris.
Sementara itu, Koordinator Bidang Advokasi Kontras Yati Andriyani mengatakan, Komnas HAM dan Wiranto mengambil keputusan sepihak, tanpa sedikit pun melibatkan korban pelanggaran HAM.
(Baca: Dikecam, Penyelesaian Kasus Trisakti dan Semanggi lewat Rekonsiliasi)
Menurut Yati, Komnas HAM diberikan kewenangan untuk penyelidikan kasus HAM berat masa lalu.