JAKARTA, KOMPAS.com - Bupati Klaten nonaktif Sri Hartini mengajukan permohonan sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum. Selanjutnya, permohonan itu akan dipertimbangkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Jadi kami akan pertimbangkan hal tersebut dengan beberapa syarat," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Rabu (1/2/2017).
Menurut Febri, sebagai pemohon JC, Sri Hartini wajib bersikap kooperatif. Dalam pemeriksaan, Sri harus mengakui dulu perbuatan dan bersedia membuka informasi yang seluas-luasnya kepada penyidik KPK.
(Baca: KPK Perpanjang Masa Penahanan Dua Tersangka Kasus Suap Klaten)
Keterangan yang diberikan Sri juga sebaiknya signifikan untuk mengungkap keterlibatan pelaku lain.
Jika syarat sebagai JC terpenuhi, menurut Febri, KPK akan mempertimbangkan untuk memberikan keringanan tuntutan. Hal tersebut juga diyakini akan menjadi pertimbangan hakim sebagai hal yang meringankan vonis.
"Yang pasti posisi JC akan menguntungkan tersangka dan proses hukum ini. Tetapi, syarat-syarat tentu harus dipenuhi terlebih dulu," kata Febri.
KPK menahan Bupati Klaten Sri Hartini dan Kepala Seksi SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten, Suramlan. Keduanya merupakan tersangka dalam kasus suap terkait penempatan pejabat daerah di Kabupaten Klaten.
Operasi tangkap tangan terhadap keduanya berhubungan dengan promosi dan mutasi jabatan dalam pengisian perangkat daerah di Kabupaten Klaten.
(Baca: Periksa Anak Bupati Klaten, KPK Gali Temuan Uang Rp 3 Miliar)S
Dalam operasi tangkap tangan, KPK mengamankan uang Rp 2,080 miliar, 5.700 dollar AS, dan 2.035 dollar Singapura yang dibungkus dalam kardus. Selain uang, KPK juga menyita catatan keuangan yang berisi asal uang yang disetorkan.
Dalam kasus ini, KPK telah memeriksa puluhan saksi yang berasal dari berbagai unsur pejabat daerah dan pihak swasta. Beberapa di antaranya adalah pegawai negeri sipil, kepala sekolah dasar, dan staf kantor kecamatan.