JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, penangkapan Bupati Klaten Sri Hartini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atas dugaan menerima suap, tak bisa dijadikan dasar untuk menyebut bahwa dinasti politik berdampak buruk.
Sri Hartini menduduki posisi sebagai Bupati Klaten, yang sebelumnya dijabat suaminya selama dua periode. Sri dan keluarganya merupakan bagian dari langgengnya dinasti politik di daerah itu.
Menurut Kalla, praktik dinasti politik juga berlangsung di banyak negara.
“Di Singapura ada Lee Kuan Yew, kemarin Bush (Presiden AS) dua kali, di Jepang ada Fukuda, di Malaysia walau tidak berlanjut langsung ada Tun Razak dan Najib Razak. Mahatir juga punya anak jadi menteri,” kata Kalla, di Kantor Wapres, Jumat (6/1/2017).
“Apalagi di India, ada Gandhi dan Nehru, itu bersambung terus tiga sambungan tidak ada soal,” lanjut dia.
Ia mengatakan, dinasti politik tidak bisa digeneralisir menjadi penyebab terjadinya praktik korupsi di daerah.
Ada pejabat atau kepala daerah yang tidak berasal dari dinasti politk juga terlibat kasus korupsi.
“Jadi jangan langsung bahwa suatu pemerintahan yang berlanjut oleh keluarga dianggap salah. Karena itu juga terjadi di mana-mana,” kata Kalla.
Dalam sistem perundang-undangan di Indonesia, lanjut dia, praktik dinasti politik masih diakomodir.
Meski sempat digugat di Mahkamah Konstitusi, gugatan itu akhirnya ditolak dengan alasan bagian dari hak politik seorang warga negara.