JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum Juri Ardiantoro mengakui penyelenggaraan Pilkada 2017 di 101 daerah di Indonesia kurang semarak.
Padahal, saat ini Pilkada sudah memasuki tahapan kampanye. Menurut Juri, hal ini disebabkan oleh sejumlah faktor teknis.
Faktor pertama, adalah panjangnya masa kampanye di Pilkada 2017. Masa sosialisasi selama tiga bulan berdampak pada munculnya pengaturan waktu kegiatan calon kepala daerah. Dengan begitu, para calon tidak bisa semaunya melakukan kampanye.
(Baca: Semarak Pilkada Dinilai Teralihkan Kasus Penistaan Agama)
"Kedua, peserta pilkada tidak banyak. Dulu rata-rata 5-7 pasangan calon. Tapi sekarang rata-rata 2-3 paslon di setiap daerah," ujar Juri di Kantor KPU RI, Hayam Wuruk, Jakarta, Selasa (27/12/2016).
Ketiga, lanjut Juri, adalah terlibatnya KPU dalam penyediaan alat peraga kampanye di Pilkada 2017.
Sebelumnya, peserta Pilkada dapat membuat alat peraga kampanyenya masing-masing tanpa melalui KPU.
(Baca: Pilkada Tak Semarak, Partisipasi Publik Bisa Menurun)
Namun mulai tahun ini, pengadaan alat peraga ditanggung oleh negara melalui KPU di tiap daerah. Oleh karena itu lah alat peraga menjadi terbatas.
"Keempat, Juri melihat saat ini pasangan calon sudah memikirkan model kampanye yang berbeda dengan pilkada sebelumnya. Pasangan calon tak lagi banyak mengandalkan alat peraga dan iklan. Sekarang mereka lebih suka jalan-jalan, menemui masyarakat, istilahnya blusukan," ucap Juri.
Diberitakan sebelumnya, anggota Tim Monitoring Pilkada Serentak 2017 Kementerian Dalam Negeri, Hariyadi mengatakan, semarak pilkada di sebagian besar daerah yang menggelar pesta demokrasi lokal itu, tak terasa.
Padahal pemungutan suara bakal digelar kurang dari dua bulan. (Baca: Geliat Tak Terasa di Mayoritas Daerah yang Selenggarakan Pilkada)