JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham mengatakan, penambahan pimpinan DPR/MPR merupakan kesepakatan lama.
Bahkan, kata Idrus, wacana penambahan pimpinan itu sudah dibicarakan sejak 2014, saat DPR masih terbelah menjadi Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
"Komitmen untuk menambah pimpinan DPR dan MPR itu sudah lama dan pada saat itu sudah ada semacam komitmen," ujar Idrus di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Senin (26/12/2016).
Selain kesepakatan untuk menambah pimpinan DPR-MPR untuk pihak KIH, kesepakatan juga meliputi penambahan pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD).
(Baca: Kurang dari Tiga Jam, Baleg DPR Selesaikan Pembahasan Revisi UU MD3)
Golkar pun berpendapat, revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) lebih cepat dilakukan akan lebih baik.
"Semakin cepat semakin baik, karena bagian dari komitmen yang ada sebelumnya. Tapi pada revisi ini hanya penambahan wakil ketua DPR-MPR, yang lain akan kita lakukan yang akan datang," tutur Idrus.
Sementara itu, jika ada wacana untuk mengembalikan susunan pimpinan menjadi proporsional, Idrus berpendapat itu sebaiknya berlaku untuk DPR dan MPR periode yang akan datang.
"Tentang penentuan kepemimpinan DPR, MPR dan seluruh AKD secara proporsional, itu bisa saja kalau disepakati. Tapi 2019 yang akan datang," kata Idrus.
(Baca: Sekjen Golkar Sebut Revisi UU MD3 "Persekongkolan Nasional", tetapi...)
Sebelumnya, DPR sepakat melakukan revisi terbatas UU MD3. Hal itu dilakukan untuk mengakomodasi usulan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). PDI-P sebagai partai pemenang pemilu legislatif 2014 merasa layak mendapatkan kursi pimpinan DPR.