JAKARTA, KOMPAS.com — Perbedaan pandangan masih terjadi antara DPP Partai Golkar dan Ade Komarudin soal rencana pengembalian Setya Novanto ke kursi ketua DPR.
Hal itu terlihat dari perbedaan kehendak keduanya dalam menetapkan rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk pembahasan rencana pergantian ketua DPR.
Ade menghendaki rapat Bamus digelar Kamis (1/12/2016) sore. Namun, DPP Partai Golkar menginginkan agar rapat Bamus digelar malam ini pukul 20.00 WIB.
"Saya minta ke Sekjen (Sekretaris Jenderal) Golkar Idrus Marham agar sampaikan ke petinggi partai bila berkenan agar Bamus dilakukan Kamis sore," ucap Ade dalam jumpa pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/11/2016).
"Insya Allah saya proses. Kalau bisa saya sendiri yang memimpin supaya tak timbulkan fitnah," kata politisi Partai Golkar yang biasa disapa Akom itu.
Namun, Akom mengungkapkan, Golkar tak mengizinkan hal tersebut dengan alasan yang belum ia ketahui hingga sekarang.
Menurut Ade, alasan Golkar menolak usulannya masih simpang siur. Ade mengatakan, ia harus berobat ke luar negeri hingga Kamis sore. Karena itu, ia meminta rapat Bamus ditunda agar ia sendiri bisa memimpin.
"Tadi Saudara Idrus datang ke saya saat rapat pimpinan DPR terkait pemrosesan pergantian ketua DPR diskors. Dia datang ke ruangan saya dan mengatakan, Partai (Golkar) minta Bamus hari ini. Alasannya simpang siur dan saya tidak tahu, biar publik yang menilai," tutur Akom.
Rapat Bamus sendiri merupakan tahapan yang penting bagi semua fraksi di DPR untuk menentukan sikap politik atas usulan Golkar yang hendak mengganti Ade sebagai Ketua DPR.
Posisi itu diusulkan Golkar agar ditempati ketua umumnya, Setya Novanto.
Melalui rapat Bamus, berlangsung proses politik lintas fraksi untuk menentukan kepastian posisi Akom sebagai Ketua DPR.
Rapat Pleno DPP Partai Golkar yang memutuskan Novanto kembali menjadi ketua DPR dilakukan pada Senin (21/11/2016) lalu.
Keputusan DPP pun mendapat dukungan Dewan Pembina, yang sebelumnya meminta penundaan pergantian ketua DPR.
Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan, keputusan ini diambil dengan mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi terkait kasus "Papa Minta Saham" yang menyeret nama Novanto.
Keputusan MK tersebut dikuatkan dengan keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI yang tidak pernah menjatuhi hukuman untuk Novanto.
Adapun Novanto mundur dari kursi ketua DPR pada Desember 2015 lalu karena tersangkut kasus "Papa Minta Saham". Novanto dituding mencatut nama Jokowi untuk meminta saham dari PT Freeport Indonesia.