JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menegaskan bahwa kepolisian akan tetap memaksimalkan operasi keamanan dan penjagaan saat aksi unjuk rasa 2 Desember 2016.
Wiranto mengatakan, hal tersebut tetap dilakukan untuk berjaga-jaga dari segala kemungkinan yang bisa terjadi, meskipun aksi 2 Desember nanti akan dilakukan dengan zikir, tausiah, doa bersama, dan ditutup dengan shalat Jumat di lapangan silang Monas.
"Kami tetap menjaga, kepolisian tidak boleh sampai terlena. Tetap kami harus melakukan operasi keamanan yang maksimal. Jadi berjaga-jaga kalau ada sesuatu di luar konteks itu," ujar Wiranto saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (28/11/2016).
Kesepakatan aksi pada 2 Desember 2016 di kawasan Monas, Jakarta, ini dicapai dalam pertemuan antara Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dengan GNPF MUI di Kantor MUI, Jakarta Pusat, Senin (28/11/2016).
Polri juga menyiapkan Jalan Merdeka Selatan jika massa tidak tertampung di Monas.
(Baca juga: Polda Metro Jaya Akan Kawal Demo 2 Desember secara Humanis)
Pemimpin Front Pembela Islam yang juga Ketua Dewan Pembina Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) Rizieq Shihab mengatakan, unjuk rasa 2 Desember bakal digelar dengan tuntutan penegakan hukum yang berkeadilan.
Massa juga akan menuntut kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) segera dilimpahkan ke pengadilan.
Aksi unjuk rasa itu, kata Rizieq, akan berlangsung sejak pukul 08.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB.
Dia menjamin aksi ini berlangsung damai. "Kami menuntut tersangka penista agama agar ditahan," kata dia.
Meskipun ada jaminan bahwa aksi akan berlangsung damai, kekhawatiran ada kepentingan lain yang menyusup dalam aksi tersebut tidak hilang begitu saja.
Secara terpisah, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius mengatakan, aksi unjuk rasa pada 2 Desember 2016 rawan disusupi kelompok teroris.
Suhardi mengatakan, hal itu berkaca pada demonstrasi yang digelar pada 4 November 2016. Aksi unjuk rasa tersebut terkait proses hukum terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dituduh menista agama.
Ketika itu, demonstrasi berjalan damai pada siang hingga petang. Namun, kerusuhan terjadi pada malam harinya.
Ini disebabkan adanya provokasi oleh sembilan orang yang diduga berafiliasi dengan gerakan radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"Saya katakan sekali lagi potensi selalu ada. Melihat dari hasil interogasi Densus 88, tidak menutup kemungkinan kelompok yang lain," ujar Suhardi di Jakarta, Senin (28/11/2016).
(Baca juga: Kepala BNPT Berharap Demo 2 Desember Bukan untuk Hal Negatif)
Untuk itu, lanjut dia, BNPT telah mendata daerah-daerah yang rawan menjadi titik munculnya aksi terorisme.
BNPT juga melakukan pemantauan terhadap kelompok-kelompok radikal yang mengikuti aksi tersebut.
Selain itu, mantan pengikut gerakan ekstremis juga diawasi agar tidak menggunakan momentum tersebut untuk aksi terorisme.
"Kita punya data daerah-daerah yang potensial, termasuk mantan-mantan yang sudah keluar kita pantau. Kita ikuti gerakannya supaya tidak mengambil momentum ini," ujar Suhardi.