JAKARTA, KOMPAS.com - Partisipasi politik perempuan dalam pilkada serentak 2017turun dari pilkada 2015.
Catatan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), hanya 44 perempuan atau 7,17 persen dari 614 calon kepala daerah pada pilkada 2017. Para perempuan tersebut akan bertarung di 41 daerah.
Sebanyak 38 perempuan maju melalui jalur partai, sisanya lewat jalur perseorangan.
"Proporsi ini tidak bergerak signifikan dibanding Pilkada 2015. Saat itu ada 123 perempuan dari 1646 atau 7,47 persen. Turun 0,30 persen pada Pilkada 2017," kata peneliti Perludem Maharddhika di kantor Sekretariat Bersama Kodifikasi UU Pemilu, Jakarta, Senin (28/11/2016).
(Baca: Isu Primordialisme Memengaruhi Pilkada DKI?)
Maharddhika menuturkan, 44 perempuan tersebut didominasi oleh tiga latar belakang, yaitu mantan legislator, kader partai, dan jaringan kekerabatan.
Rincinya, mantan legislator sebanyak 23 perempuan atau 52,27 persen, kader partai sebanyak 19 perempuan atau 43,18 persen dan jaringan kekerabatan sebanyak 14 perempuan atau 31,82 persen.
Menurut Maharddhika, rendahnya partisipasi perempuan pada Pilkada 2017 terletak pada sikap dan perilaku partai.
Maharddhika mengemukakan, partai cenderung berorientasi pada aspek elektabilitas dan kekuatan modal.
"Peluang pencalonan perempuan tertutup oleh dominasi modal dan elektabilitas yang dimiliki laki-laki. Jika punya elektabilitas tinggi, partai yabg pragmatis menyandera upaya konsolidasi perempuan untuk maju," ucap Maharddhika.
(Baca: 1 Juta Pemilih di Pilkada Belum Rekam E-KTP)
Maharddhika menyebutkan, perempuan berlatar belakang legislator, sebelum mencalonkan diri mereka sudah berupaya mengumpulkan kekuatan politik.
Namun, lanjut dia, partai yang pragmatis lebih melihat elektabilitas. "Partai hanya memilih calon yang berpeluang besar untuk terpilih," ujar Maharddhika.