Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejumlah Aktivis Menyuarakan Stop Politisasi SARA

Kompas.com - 18/11/2016, 20:45 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung di dalam Aliansi Demokrasi dan Keadilan Rakyat meminta agar penggunaan isu suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA) dalam kehidupan berdemokrasi dihentikan.

Munculnya isu tersebut dikhawatirkan justru menimbulkan masalah baru di daerah.

Direktur Advokasi LBH Jakarta, Bahrain, mengatakan, demokrasi memungkinkan kepada setiap individu untuk menyampaikan pendapatnya ke publik.

Namun, kebebasan yang diberikan tetap harus memperhatikan norma yang ada.

“Kita hadir di sini karena memang ada pertarungan politik dan kekuasaan, serta pertarungan politik yang sudah berbau SARA. Jadi pesan kita, kita ingin demokrasi yang baik, dengan tidak juga menyampaikan dalam posisi ujaran kebencian, kekerasan, serta politik SARA,” kata Bahrain dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (18/11/2016).

Unjuk rasa yang diinisiasi ormas keagamaan pada 4 November lalu dinilai sudah cukup rawan. Demonstrasi tersebut menuntut proses hukum bagi calon gubernur petahana DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. 

Hal ini dinilai berbahaya karena unjuk rasa sebagai upaya untuk menegakkan nilai-nilai demokrasi justru dimanfaatkan segelintir pihak untuk mengembuskan isu SARA.

Tak hanya penyampaian pendapat secara langsung, berbagai bentuk ujaran kebencian bernada SARA juga mulai beredar di media sosial yang dianggap memiliki dampak yang lebih luas.

Bahrain meminta kepada aparat penegak hukum untuk menindak siapa pun pelaku penyebar ujaran kebencian di media sosial.

“Hari ini kita melihat tekanan di media sosial itu merupakan tindakan yang harus diambil tindakan tegas oleh aparat kemanan. Kalau ini terus dibiarkan, saya khawatir justru demokrasi kita yang tercederai dan berpotensi merusak keutuhan NKRI,” kata dia.

Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf mengatakan, Indonesia merupakan negara plural.

Dikhawatirkan, jika nilai-nilai kebencian terus disebar melalui dimensi SARA, maka hal itu dapat memupuk benih kekerasan yang dapat menyebar ke daerah.

“Menjadi penting bahwa demokrasi seharusnya dalam pertarungan politik kekuasaan tidak menjadi SARA sebagai instrumen untuk memenangi strategi karena itu berbahaya bagi kebinekaan dan demokrasi di Indonesia,” ujar Al Araf.

Ia menambahkan, demokrasi sehat harus menjadi dasar pemikiran semua pihak, baik itu masyarakat maupun elite politik.

Pertarungan di dalam arena pilkada seharusnya mengedepankan pemikiran, gagasan, ide, serta program antar-kandidat.

“Elite politik dan masyarakat sudah saatnya menghentikan upaya politisasi SARA, serta menghentikan ujaran kebencian dan sentimen SARA sebagai bagian dari strategi mereka,” kata Araf.

Sementara itu, Koordinator Pengembangan Sumber Daya LBH Jakarta, Al Ghifari, meminta agar semua pihak dapat menjaga perdamaian dan keamanan dalam negeri.

Tugas itu tentu tidak semata menjadi tugas aparat kemananan, tetapi semua elemen masyarakat.

“Masyarakat dan kalangan elite politik dituntut juga untuk mengedepankan nilai perdamaian, toleransi, dan pertarungan gagasan konstruktif dalam konteks elektoral ini,” ujarnya.

Kompas TV Menag Imbau Tolak Isu SARA di Pilkada

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Nasional
Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

Nasional
Kubu Prabowo Sebut 'Amicus Curiae' Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Kubu Prabowo Sebut "Amicus Curiae" Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Nasional
BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com