JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR Ade Komarudin mengapresiasi kinerja Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri dalam menangani kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur nonaktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Polri akhirnya menetapkan Ahok sebagai tersangka. Ade menilai, Polri profesional dalam menangani kasus ini.
"Saya memberikan apresiasi kepada kepolisian. Pertama kepada penyelidik yang telah bekerja secara profesional. Kedua kepada Kabareskrim, Pak Ari Dono (Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto) dan seluruh jajaran dan Kapolri yang secara profesional," kata Ade saat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/11/2016).
(Baca: Jadi Tersangka, Ahok Berterima Kasih kepada Kepolisian)
Ke depannya, Ade berharap, proses peradilan juga berjalan dengan baik tanpa ada intervensi politik dari pihak manapun.
Ia mengatakan, DPR sejak awal juga telah memberi contoh agar tak melakukan intervensi politik.
Itu, kata Ade, ditunjukan dengan penolakan Komisi III DPR untuk menghadiri undangan gelar perkara kasus dugaan penistaan agama, Selasa (15/11/2016) kemarin.
Padahal, kata Ade, saat itu Komisi III secara resmi diundang oleh Polri agar hadir dan mengawasi proses gelar perkara.
"Sekali lagi saya ingin sampaikan bahwa proses hukum harus independen dan tanpa tekanan siapapun. Hukum tidak boleh dikenakan oleh politik. Hukum hanya boleh dikendalikan oleh sistem hukum sendiri," lanjut Ade.
Bareskrim Polri menetapkan Gubernur non-aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama.
(Baca: Pengamat: Ahok Tersangka, Jangan Ada Tekanan Politik Baru)
Penetapan tersangka dilakukan Bareskrim Polri setelah melakukan gelar perkara terbuka terbatas di Mabes Polri sejak kemarin, Selasa (15/11/2016).
Ahok ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Pasal 156 a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.