Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/11/2016, 08:35 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo sibuk melakukan konsolidasi, sepekan belakangan ini.

Pasca-demo 4 November yang menuntut ketegasan dalam penanganan kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama, Jokowi berkomunikasi dengan organisasi kemasyarakatan Islam, ulama, para tokoh agama, hingga satuan-satuan di TNI dan Polri.

Pengamat politik LIPI Siti Zuhro menilai, konsolidasi yang dilakukan Jokowi sudah tepat.

"Isu krusial sekarang adalah ketersinggungan umat Islam terhadap dugaan penodaan Al Quran. Bagi umat Muslim, keyakinan itu ada rukun iman, salah satunya Al Quran. Oleh sebab itu, merangkul semua suprastruktur dan infrastruktur politik adalah hal mutlak harus dilakukan Presiden saat ini," ujar Siti kepada Kompas.com, Kamis (10/11/2016).

Suprastruktur politik yakni unsur ketatanegaraan, mulai dari lembaga yudikatif hingga legislatif. Polri dan TNI bagian di dalamnya.

Sementara, infrastruktur politik adalah partai politik, masyarakat sipil, hingga media massa.

Kunci dari keberhasilan konsolidasi itu, menurut Siti, seberapa yakin ulama, habib, dan umat Islam melihat keadilan, ketulusan, dan kejujuran Jokowi dalam merespons kasus dugaan penistaan agama itu.

(Baca: Kepada Ulama, Jokowi Mengaku Tegur Kapolri yang Tafsirkan Pernyataan Ahok)

"Maka dari itu Pak Jokowi tunjukkan aura seadil, setulus, dan sejujur mungkin. Orang Indonesia saya rasa masih memiliki empati dan nurani. Saya khawatir jika umat merasa dikadali, ditipu-tipu, mereka akan jihad," ujar Siti.

Presiden, lanjut Siti, sudah melakukan dua kesalahan yang tidak perlu diulang kembali.

Pertama, tak menemui demonstran 4 November. Hal itu dianggap bukan gaya Jokowi yang sudah terbiasa menghadapi massa dengan segala tuntutan.

Kedua, Presiden lamban merespons perkara itu dan terkesan menunggu gelombang massa terlebih dahulu, baru memberikan respons.

Dua hal ini, lanjut Siti, tidak boleh diulangi kembali, baik oleh Presiden atau pembantunya.

"Apakah sekarang sudah terlambat? Saya yakin tidak ada kata terlambat. Keadilanlah yang harus dimunculkan dari aura Pak Jokowi. Ingat, beliau sedang memimpin rakyat Indonesia, bukan memimpin segelintir rakyat Indonesia," ujar Siti.

Jokowi harus tangguh

Akan tetapi, Siti mengkritik konsolidasi Jokowi terhadap satuan di TNI-Polri.

Jika hanya untuk berterima kasih karena sudah mengamankan demo 4 November, Siti menilai, langkah yang dilakukan Jokowi tak menjadi masalah.

(Baca: Jokowi Lesehan Bareng Para Ulama Banten dan Jabar di Istana)

Namun, akan menjadi masalah jika dalam konsolidasi itu, Presiden mengirimkan pesan dan kesan melalui gesture dan kalimat seolah-olah sedang terzalimi oleh manuver politik kelompok tertentu.

Apalagi, gesture Presiden itu dikait-kaitkan pernyataannya yang mengatakan bahwa ada aktor politik yang menunggangi demo 4 November.

"Apakah (konsolidasi ke TNI-Polri) hanya say thanks? Atau mau ditarik ke prediksi-prediksi yang tidak dapat siapapun mempertanggungjawabkan? Misalnya penggulingan Presiden," ujar Siti.

"Menurut saya, hal-hal semacam itu jangan terus menerus diungkapkan. Kayak SBY saja, sedikit-sedikit ada yang protes dibilang impeachment. Pak Jokowi harus tangguh, jangan sama seperti sebelumnya," lanjut dia.

Halaman:


Terkini Lainnya

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com