KOMPAS.com – Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan potensi sumber daya alam logam mineralnya, seperti nikel, timah, dan emas. Selain menguntungkan, kekayaan itu juga bisa menjadi pisau bermata dua yang berbahaya.
Ya, berlimpahnya kandungan mineral logam di perut ibu pertiwi membuat semua orang berlomba-lomba untuk mengeruknya. Selain perusahaan yang mengantongi izin resmi, muncul pula penambang-penambang liar.
Kehadiran gurandil, sebutan bagi penambang ilegal, lalu menjadi masalah besar bagi negeri ini. Ketidakpedulian mereka terhadap lingkungan dan keselamatan tak jarang membawa gurandil kepada kematian. Penambang liar bisa terkubur hidup-hidup bersama bahan tambang yang sedang dikeruknya.
Contohnya saja di area pertambangan emas PT Antam (Persero), Gunung Pongkor, Bogor, Jawa Barat. Seperti dimuat Kompas.com pada Rabu (28/10/2015), sebanyak 12 orang gurandil tertimbun longsor ketika sedang menambang emas secara ilegal.
General Manager (GM), Antam UBPE Pongkor, I Gede Gunawan mengatakan, luas Pongkor yang mencapai 6047 hektare membuat pihak keamanan sulit menjaga kawasan tersebut. Terlebih lagi, wilayah operasi tambang emas Antam hanya 200 hektare.
"Gurandil bisa masuk dari mana saja dengan membuat lubang dari dalam tanah. Karena lubang dari kita hampir lima kilometer panjangnya, jadi kalau ada yang masuk ke situ yah wajar saja karena aksesnya bisa dari mana-mana," papar I Gede Gunawan, Kamis (6/10/2016).
Selain memakan banyak korban jiwa, ujar Gede Gunawan, aktivitas Penambang Tanpa Izin (Peti) nama lain dari gurandil, juga telah merugikan negara. Antam UBPE Pongkor pernah merilis data kalau pontensi cadangan emas yang hilang akibat Peti antara tahun 2012 – 2014 mencapai Rp 1,8 triliun.
"Tidak hanya Antam, Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga rugi. Listrik yang Peti pakai itu diambil secara liar dan tidak bayar. Mereka juga tidak membayar pajak," kata Gede.
Bencana alam mengintai
Dampak lain dari aktivitas Peti di Gunung Pongkor, lanjut Gede Gunawan, sudah pasti merusak lingkungan. Apalagi mereka mengolah hasil tambang dengan bahan kimia berbahaya.
"Peti melakukan pengolahan emas dengan menggunakan merkuri dan sianida, lalu limbahnya dibuang begitu saja ke sungai dan sawah," ujar alumnus Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.
Alhasil Sungai Cikaniki yang mengaliri daerah Gunung Pongkor menjadi keruh dan tercemar. Gede pun menambahkan pula, kalau Peti terus melakukan aktivitasnya di sana akan memicu terjadinya bencana alam.
Ya, lokasi Gunung Pongkor berada di kaki Gunung Halimun Salak, daerah ini masuk dalam zona rawan longsor. Hasil kajian Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) pada 2013, telah mendapati sejumlah lokasi di sana yang keadaan tanahnya sudah retak. Keretakan mencapai 0.5 sampai 2 meter.