JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman RI melakukan pertemuan dengan sejumlah kementerian/lembaga untuk mengevaluasi pelayanan saran terbuka dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak dalam bidang pelayanan publik.
Ombudsman telah memberikan saran terbuka itu kepada kementerian/lembaga pada 25 Mei 2016 lalu. Saran diberikan kepada Polri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).
Anggota Ombudsman, Ninik Rahayu mengatakan, terdapat kendala dalam memberikan pelayanan publik terkait kasus kekerasan seksual.
Niniek menuturkan, di KPPPA telah terdapat ruang pengaduan bagi korban kekerasan seksual untuk melaporkan apa yang dialami. Namun, ruangan itu belum memberikan rasa aman dan nyaman kepada korban.
"Ruangannya transparan. Orang ditanya identitas, korban ingin identitasnya disembunyikan," ujar Ninik di gedung Ombudsman, Jakarta, Selasa (27/9/2016).
"Pelaku jarang yang lapor ke sana karena takut. Seharusnya ada standar untuk pelaporan," kata dia.
Selain itu, KPPPA belum mampu mengintegrasikan pelayanan dan penanganan pencegahan kekerasan seksual. Sebab, masih terdapat beberapa unit di kepolisian yang bertindak menangani kekerasan seksual.
"Ada unit cyber, unit PPPA, unit umum. Bagaimana mengintegrasikan ini sehingga menjadi satu atap," ucap Ninik.
Kasus kekerasan seksual menjadi ramai dalam beberapa bulan belakangan ini. Pemerintah telah mengambil sikap di antaranya dengan membentuk Perppu Nomor 1 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak atau yang dikenal dengan perppu kebiri.
Selain itu, Komnas Perempuan bersama sejumlah elemen masyarakat membuat rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai upaya mengatasi dan mencegah kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat.