JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Hubungan Korporasi APRIL Group Agung Laksamana mengatakan PT Riau Pulp and Paper (RAPP) selaku anak usaha akan patuh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Ini menanggapi tudingan Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) bersama Perkumpulan untuk Pembaruan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (Huma) bahwa RAPP mengambil alih lahan masyarakat desa di Merbau, Meranti, Riau.
"Sebagai perusahaan yang menjalankan usahanya di Indonesia, kami senantiasa patuh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Agung melalui pesan singkat, Jumat (16/9/2016).
Agung menjelaskan, pihaknya bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Badan Restorasi Gambut (BRG) akan melakukan kajian lapangan terhadap permasalahan ini. Hal tersebut dilakukan APRIL Group dan pemerintah guna mencari solusi terbaik bagi semua pihak dalam permasalahan yang terjadi di Merbau.
(Baca: Batasan Area Belum Jelas, RAPP Disebut "Ambil Alih" Lahan Warga di Merbau)
"Dalam rapat bersama KLHK dan BRG pada hari Jumat (9/9/2016) lalu, kami sepakat akan melakukan kajian di lapangan untuk mencari solusi terbaik," kata Agung.
Menurut Agung, di Pulau Padang, RAPP beroperasi melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 180/Menhut-II/2013. RAPP pun selalu bermusyawarah dengan elemen masyarakat dan pemerintah dalam beroperasi di Pulau Padang.
"RAPP selalu berkoordinasi dan bermusyawarah dengan masyarakat, Pemda, LSM, dan seluruh pemangku kepentingan untuk mencapai kesepakatan yang terbaik bagi semua pihak," kata Agung.
JMGR bersama Huma sebelumnya menuding RAPP mengambil alih lahan masyarakat Desa Bagan Melibur, Mengkirau, dan Lukit, Kecamatan Merbau, Kabupaten Meranti, Riau. Hal ini berdasarkan survei sejak Januari 2016 di wilayah tersebut, yang dilakukan JMGR dan Huma.
(Baca: RAPP Minta Maaf Terkait Penghadangan Sidak BRG)
PT RAPP disebut mengklaim 3.000 hektar lahan yang secara administratif masuk ke dalam wilayah tiga desa tersebut.
"Saat ini sudah 1.500 dari 8.000 hektar lahan desa yang telah digarap untuk perkebunan akasia dan pembuatan kanal," ujar Sekretaris Jenderal JMGR Isnadi Esman, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (16/9/2016).
Menurut Isnadi, pengambilalihan lahan warga ini disebabkan tidak jelasnya batas area antara kawasan konsesi dengan wilayah desa. Ini disebabkan tak adanya batasan area itu dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 180/Menhut-II/2013.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.