Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Anggap Ahok Tidak Etis Gugat Pasal Cuti Kampanye

Kompas.com - 05/09/2016, 20:22 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sikap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang mengajukan gugatan uji materi terhadap Pasal 70 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 disebut sebagai  sikap yang tidak etis.

Hal itu disampaikan Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri Widodo Sigit Pujianto dalam sidang lanjutan gugatan uji materi pasal tersebut.

Widodo dalam persidangan kali ini mewakili pihak pemerintah selaku pembuat undang-undang. Widodo menjelaskan, seseorang telah disumpah terlebih dahulu sebelum menjabat sebagai gubernur. Saat bersumpah, gubernur tersebut berjanji akan memenuhi kewajiban yang menjadi tugasnya.

“Bahwa dalam Pasal 161 Undang-Undang a quo (UU yang diuji) menyatakan dalam sumpahnya, ‘Demi Allah, saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai gubernur/wakil gubernur dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya memegang teguh Undang-Undang Dasar 44 Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat, nusa, dan bangsa’,” tutur Widodo di persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (5/9/2016).

(Baca: Ahok: Saya Tidak Menuntut Bisa "On-Off", tetapi Hanya Protes Cuti Kampanye Terlalu Lama)

Sumpah itu juga, kata Widodo, bermakna bahwa kepala daerah sebelum melaksanakan tugasnya telah berjanji untuk melaksanakan ketentuan perundang-undangan.

Maka dari itu, menurut Widodo, pengajuan gugatan uji materi yang dilakukan Ahok menunjukkan sikap yang tidak etis, karena aturan terkait kewajiban cuti selama masa kampanye bagi petahana merupakan bagian dari undang-undang yang seharusnya ditaati.

“Maka sangat tidak etis apabila pada saat menjabat sebagai kepala daerah justru melakukan upaya permohonan pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi demi kepentingan mempertahankan kekuasaannya tanpa ada upaya koordinasi dengan pemerintah pusat,” kata dia. 

(Baca: Dulu Ahok Minta Foke Ajukan Cuti, Kenapa Kali Ini Tidak Mau?)

Ia menambahkan, kalaupun perubahan atas materi perundang-undangan dinilai sangat penting dan mendesak dilakukan demi kepentingan nasional yang lebih baik, maka seyogianya dikoordinasikan dan dibahas bersama pemerintah pusat untuk dicarikan alternatif penyelesaian masalah yang terbaik.

Sebelumnya, Ahok mengajukan gugatan uji materi atau judicial review (JR) terhadap Pasal 70 ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. UU tersebut menyoal cuti selama masa kampanye bagi petahana.

Ahok menilai UU tersebut melanggar hak konstitusional. Sebab, petahana jadi tidak dapat menjalankan tugas jabatannya selama lima tahun penuh sesuai sumpah jabatan.  

Kompas TV Ahok Gugat Pasal Cuti Petahana di UU Pilkada
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com