Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akademisi: Uang Tidak Menyelesaikan Masalah di Papua

Kompas.com - 01/09/2016, 15:14 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Gajah Mada Prof. Dr. Purwo Santoso menilai upaya penyelesaian konflik di Papua melalui kebijakan Otonomi Khusus tidak akan menyelesaikan akar masalah.

Menurut dia, pemerintah memiliki pemahaman dan logika penanganan konflik yang keliru apabila menjadikan Otsus sebagai solusi masalah di Papua.

"Uang tidak menyelesaikan masalah di Papua. Kebijakan Otsus tidak bisa menyelesaikan persoalan di Papua," ujar Purwo dalam sebuah diskusi bertajuk Merumuskan Kebijakan Konstruktif dalam Upaya Penyelesaian Konflik Papua Menuju Papua Damai di Jakarta, Kamis (1/9/2016).

Purwo menilai pemerintah terlalu banyak berharap bisa menyelesaikan masalah dengan memberikan anggaran yang melimpah dan menggenjot pembangunan infrastruktur.

(Baca: Catatan Mendagri untuk Otsus Papua dan Papua Barat)

Sementara, yang dibutuhkan masyarakat Papua adalah ruang aktualisasi yang sama dengan daerah lain di Indonesia. Masyarakat Papua, kata dia, berharap mendapatkan hak dan perlakuan yang sama dengan masyarakat di Jakarta.

Kebijakan yang dibuat pemerintah pusat seringkali tidak melibatkan masyarakat adat Papua. Artinya, ada ruang interaksi atau ruang belajar antara masyarakat Papua dengan kelompok masyarakat lainnya.

Skema Otsus pun dinilai hanya nenjadi alat untuk mengontrol tapi tidak untuk melahirkan identitas sejati masyarakat Papua.

Menurut dia, secara tidak sadar Pemerintah hanya menjadikan Papua sebagai target kebijakan, bukan sebagai stakeholder atau pemiliki hak.

(Baca: Perbaikan Regulasi Sekaligus Pelaksanaan Otsus Papua)

"Ada yang salah di dalam pembuatan kebijakan. Ada kesalahan dalam mendudukan persoalan. Saya usulkan membenahi logika di balik kebijakan. Hadirkan panggung aktualisasi Hadirkan kelebihan dan kontribusi Papua untuk indonesia," ungkap dia.

Di sisi lain, tidak efektifnya kebijakan Otsus juga disebabkan karena birokrasi pemerintah yang terlalu formal dan manipulatif. Tidak sedikit distribusi dana Otsus yang menyimpang dan tak tepat sasaran.

"Birokrasi selalu identik dengan formalitas dan ada manipulasi administratif," ucap dia.

Pasca-reformasi tahun 1998, Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk merintis jalan bagi penyelesaian konflik di Papua. Sejak tahun 2004, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memberi perhatian kepada daerah konflik di Indonesia, termasuk Papua.

Pendekatan dialog dikedepankan meski tidak ada elaborasi lebih lanjut mengenai model dialog seperti apa yang dikehendaki pemerintah. Pemerintah pun menerapkan pendekatan persuasif melalui pelaksanaan otonomi khusus (Otsus) sejak 2001.

Pemerintah beranggapan Otsus adalah bentuk solusi yang adil, menyeluruh dan bermartabat. Dengan kata lain, memacu pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan menjadi kunci mengatasi problem utama di Papua.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com