Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SP3 Kasus 15 Perusahaan Tersangka Pembakar Hutan Sinyal Negatif Penanganan Kebakaran Hutan

Kompas.com - 26/08/2016, 14:47 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Forest Watch Indonesia (FWI) Togu Manurung menilai surat perintah penghentian penyedikan (SP3) yang diterbitkan polisi untuk 15 perusahaan yang sempat menjadi tersangka pembakaran hutan dan lahan harus dikaji ulang.

Menurut Togu, penerbitan SP3 kepada 15 perusahaan yang menjadi tersangka pembakaran merupakan tindak pembiaran oleh aparat terhadap permasalahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia.

"Bagaimana pemerintah menangani ini? Ini seperti pembiaran. Sudah jelas dibakar, tapi tidak ada tindakan tegas dari pemerintah," ujar Togu ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (26/8/2016).

Togu menilai, penerbitan SP3 dapat mengirim sinyal negatif kepada publik terkait konsistensi pemerintah dalam mengatasi masalah karhutla.

"Pemerintah ini mau menangani masalah karhutla, tapi mereka dilepas. Ini bisa mengirim sinyal yang salah," ucap Togu.

(Baca: Jokowi Minta Kapolri Evaluasi SP3 Kasus 15 Perusahaan yang Disangka Bakar Hutan)

Togu mengatakan seharusnya pemerintah menindak tegas pelaku pembakar hutan sesuai dengan peraturan pidana yang berlaku.

Peraturan tersebut antara lain berasal dari tiga undang-undang yang mengatur persoalan karhutla. Pertama, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Pasal 78 ayat (3) menyebut, pelaku pembakaran hutan dikenakan sanksi kurungan 15 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar.

Adapun, pada Pasal 78 ayat (4) menyebut, pelaku pembakaran hutan dikenakan sanksi kurungan 5 tahun dam denda maksimal sebesar Rp 1,5 miliar.

Kedua, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Pasal 8 ayat (1) menyebutkan, seseorang yang sengaja membuka lahan dengan cara dibakar dikenakan sanksi kurungan 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.

(Baca: Kebakaran Hutan, Ketidaktahuan Atau Kerakusan?)

Ketiga, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup. Pada Pasal 108 menyebutkan, seseorang yang sengaja membuka lahan dengan cara dibakar dikenakan sanksi minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun serta denda maksimal Rp 10 miliar.

"Sudah jelas pembakaran ini ulah manusia, baik perseorangan maupun korporasi," lanjut Togu.

Selain itu, Togu juga menghimbau pemerintah untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat secara konsisten dan berjangka panjang. Pasalnya, masih banyak masyarakat memiliki tradisi membuka lahan baru dengan cara membakar, seperti yang dilakukan oleh suku Dayak Gawai di Kalimantan.

"Pemerintah juga harus memberikan penyuluhan yang konsisten dan jangka panjang. Beri mereka alternatif bagaimana membuka lahan tanpa perlu membakar," tutur dia.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com