Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebakaran Hutan, Ketidaktahuan Atau Kerakusan?

Kompas.com - 26/08/2016, 05:42 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Masalah kebakaran hutan dan lahan di Indonesia seolah tak ada habisnya. Titik-titik api di sejumlah kawasan rawan semakin meluas. Beberapa dari para pelaku pembakaran ini sebenarnya sadar akan konsekuensi hukumnya, namun tetap mereka lakukan.

Sebagian lagi tidak paham bahwa pembukaan lahan dengan cara membakarnya diancam pidana.

Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengatakan, untuk di Riau saja, tahun ini sudah ada 85 tersangka yang dijerat kepolisian setempat. Sementara sembilan perusahaan masih diproses di tingkat penyelidikan.

"Masyarakat kita memang punya kebiasaan untuk melakukan perluasan lahan dan pembukaan lahan dengan cara tradisional. Yang paling mudah dan murah adalah dengan membakar. Ini yang harus terus dilakukan pembinaan oleh kita semua," ujar Ari di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (25/8/2016).

Perorangan hingga korporasi

Ari menyatakan, tak hanya perorangan saja yang bisa dijerat terkait kasus pembakaran hutan. Bahkan, korporasi yang secara sengaja membuka lahan baru dengan membakarnya pun bisa dijerat pidana. Banyak kasus yang bermula dari penyelidikan perorangan, belakangan diketahui bahwa ada korporasi yang bermain di baliknya.

Berdasarkan data Bareskrim Polri, untuk tahun ini, polisi telah menyidik 366 kasus kebakaran hutan di seluruh wilayah Indonesia. Untuk perorangan, sebanyak 454 orang tengah menjalani proses pidana.

Sementara untuk korporasi, sembilan perusahaan masih diselidiki keterlibatannya. Belakangan, penghentian penyidikan 15 perusahaan di Riau terkait kebakaran hutan menjadi buah bibir.

(Baca: Tahun Ini, 85 Orang Jadi Tersangka Kasus Kebakaran Hutan di Riau)

Menurut Ari, penyidik menilai bahwa perusahaan itu tidak terbukti secara sengaja melakukan pembakaran lahan.

"Data awal, (kebakaran) ada di kawasan perusahaan. Setelah dilakukan penyidikan, ternyata perusahaan itu izinnya sudah habis," kata Ari.

Selain soal izin usaha, kata Ari, ada juga kasus kebakaran hutan yang terjadi di lahan sengketa.

"Ternyata kawasan itu lahan sengketa, jadi bukan milik perusahaan. Jadi perusahaan itu tidak harus bertanggung jawab," lanjut dia.

Presiden Joko Widodo pun meminta Polri mengkaji kembali surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang diterbitkan polisi untuk 15 perusahaan yang sempat menjadi tersangka pembakaran hutan dan lahan.

(Baca: Kabareskrim Ungkap Alasan Penghentian Perkara 15 Perusahaan Terkait Kebakaran Hutan)

Sementara itu, Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengatakan, pemerintah dan pihak swasta telah bersinergi mengenai peraturan pembukaan lahan. Jika mereka tetap membakar hutan, maka izin hak guna pakainya akan dicabut.

"Nanti kemudian hari tidak akan dikeluarkan ijin kembali kepada perusahaan, yang kemudian akan melanggar aturan juga akan menimbulkan efek jera. Ini akan diberlakukan kepada pihak swasta juga," kata Puan.

Presiden telah menegaskan bahwa tak boleh lagi ada ijin baru di lahan gambut. Kemudian, lahan yang terbakar tahun lalu, harus diserahkan ke negara. Jika masih saja dibakar, maka ijin pembukaan lahan perusahaan itu hilang secara permanen.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com