Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Anggap Gugatan Posisi Hakim Non-karier Tidak Relevan

Kompas.com - 22/08/2016, 17:42 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahakamah Kostitusi (MK) kembali mengelar sidang uji materi terkait undang-undang yang mengatur dibolehkannya calon hakim agung dari hakim non-karier, Senin (22/8/2016).

Aturan itu tertuang dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung (UU MA) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK).

Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan dari pihak pemerintah yang diwakili oleh Direktur Litigasi Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Yunan Hilmi.

Yunan mengatakan bahwa perbedaan persyaratan untuk menjadi hakim agung di Mahkamah Agung, yakni antara jalur hakim karier dan hakim non-karier, bukan diskriminasi.

"Berbagai literatur, diskriminasi diartikan adanya kebijakan atas perbedaan SARA atau keberpihakan kepada kelompok yang lebih kuat atau powerful," ujar Yunan dalam persidangan, Senin.

Ia pun menjelaskan kemudahan yang dimaksud itu dengan analogi. Misalnya, kata dia, memberikan kemudahan bagi perempuan daripada pria, maka hal itu tidak dapat disebut sebagai sebuah diskriminasi.

Contoh lainnya, lanjut Yunan, kemudahan terhadap penyandang disabilitas.

"Memberikan kemudahan pada penyandang disabilitas juga tidak pernah disebut diskriminasi," kata dia.

Maka dari itu, kata Yunan, alasan gugatan yang diajukan hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Binsar M Gultom dan hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Medan, Lilik Mulyadi menjadi tidak relevan.

"Jika kemudian para pemohon menghubungkan kegagalan para pemohon, dengan adanya perbedaan calon hakim agung dari non-karier yang oleh pemohon disebut sebagai diskriminasi adalah sesuatu yang tidak logis dan tidak relevan," tutur dia.

Sebelumnya, Binsar M Gultom dan Lilik Mulyadi mengajukan gugatan karena merasa dirugikan hak konstitusionalnya.

Keduanya menilai ketentuan Pasal 7 huruf a angka 4 dan angka 6 UU MA yang mengatur syarat hakim karier menjadi hakim agung dari segi usia dan pengalaman bersifat diskriminatif jika dibandingkan dengan syarat untuk hakim non-karier.

Pada ketentuan hakim karier, usia minimum hakim adalah 45 tahun dengan pengalaman menjadi hakim selama 20 tahun, termasuk pengalaman menjadi hakim tinggi minimal 3 tahun.

Sementara, syarat hakim non-karier pada Pasal 7 huruf b UU MA hanya menyatakan berpengalaman di bidang hukum selama 20 tahun tanpa dirinci secara tegas keahlian hukum di bidang tertentu.

"Tidak dijelaskan dengan jenjang jabatan dan kepangkatan yang dicapai dan tanpa diketahui apakah dia selama ini bekerja secara terus-menerus selama 20 tahun atau tidak di instansi terkait. Maka dapat dipastikan keberadaan ketentuan ini selain sangat merugikan masa depan Pemohon termasuk hakim karier lainnya," kata Binsar di MK, Rabu (13/7/2016).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com