JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyempatkan diri bertemu kedua cucunya, Fikri dan Rasyid, sebelum beranjak ke Istana Merdeka, Rabu (17/8/2016), untuk mengikuti jalannya upacara detik-detik Proklamasi dalam rangka Hari Ulang Tahun ke-71 Republik Indonesia.
Di hadapan kedua cucunya, Kalla bercerita tentang rangkaian pembuatan duplikat bendera pusaka.
Seperti diungkapkan Juru Bicara Wapres, Husain Abdullah, sekitar tahun 1969, tim dari Kantor Gubernur Sulawesi Selatan dan Sekretariat Negara bertandang ke sebuah rumah di Jalan Andalas.
Rumah itu diketahui milik Ibu Athirah, ibunda Jusuf Kalla. "Mereka datang memesan kain sutera berwarna putih bersih dengan persyaratan kualitas sutera terbaik," tutur Kalla kepada cucunya seperti diungkapkan Husain.
Tim Pembuat Duplikat Bendera Pusaka tersebut saat itu lantas menanyakan kesanggupan Athirah.
"Apakah Ibu Athirah sanggup membuat kain sutera untuk duplikat bendera pusaka yang akan menggantikan Bendera Pusaka jahitan tangan Ibu Fatmawati yang mulai lapuk termakan usia?" kisahnya.
Permintaan itu pun disanggupi. Memang, sudah sejak 1960 Athirah menjadi pedagang kain dan sarung tenun sutera terbesar di Makassar.
Selain menjajakan secara langsung suteranya ke pelanggan, para pengecer juga tidak jarang yang datang ke rumah untuk mengambil barang dagangan.
Tak hanya berjualan, Athirah juga membina banyak pengerajin sutera di Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Sehingga, kawasan itu menjadi salah satu pusat pertenunan terbaik di Indonesia.
"Athirah turun langsung ke Sengkang, mengarahkan pengerajinnya untuk memproduksi kain sutera warna putih sesuai tuntutan kualitas bahan Bendera Pusaka," ujar JK.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu mengatakan, hanya kain sutera putih yang dipesan. Namun, proses pewarnaan dan jahitannya dikerjakan di Jakarta.
Sementara, duplikat kain merah menggunakan bahan khusus yang tidak tersedia di pengerajin. Proses pengerjaan kain itu memakan waktu sekitar dua sampai tiga bulan, sebelum akhirnya diboyong ke Jakarta.
Jumlah kain yang dipesan banyak, sebab akan dibagikan ke berbagai kabupaten dan provinsi di Indonesia. "Waktu itu jumlah kabupaten belum sebanyak sekarang," tutur JK.
Kalla mengaku tidak ingat pegawai Sekretariat Negara yang saat itu ditugaskan menemui ibunya.
Namun, dari hasil penelusuran, saat itu Presiden Soeharto mempercayakan proses duplikasi itu kepada Dirjen Udaka Kemendikbud, Husein Mutahar.
Proses pengerjaan kain hingga menjadi bendera selesai di tahun itu. Sejak 17 Agustus 1969, kain itu telah bertugas menggantikan Bendera Pusaka yang disimpan di dalam sebuah kotak mendampingi duplikatnya saat bertugas.
Bendera itu berkibar hingga 1984 sebelum akhirnya diganti dengan duplikat lain lantaran faktor usia.