JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon menyatakan bisa saja TNI dilibatkan dalam pemberantasan terorisme, asalkan tindak pidana terorisme yang terjadi memang mengancam keamanan negara.
Pernyataan Fadli ini menyikapi wacana penggabungan kinerja kepolisian dan TNI dalam pemberantasan terorisme.
"Menurut saya, selama itu sudah menjadi ancaman negara maka harus semua pihak, termasuk dalam hal ini TNI," ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (22/7/2016).
(Baca: Karena Hal Ini, Kapolri Anggap TNI Sulit Menindak Kasus Terorisme)
Namun, Fadli menambahkan, selama kasus terorisme masih bisa ditangani oleh pihak kepolisian belum mengancam keamanan negara, maka TNI belum perlu dilibatkan.
"Dalam kasus-kasus yang misalnya dilakukan secara faktual bukan oleh jaringan, apalagi hanya dilakukan sekelompok masyarakat sipil bersenjata, maka cukup polisi yang menangani," tutur Fadli.
Dia juga mengatakan. dikotomi tersebut tak boleh dipahami secara kaku. Jika dalam kasus tertentu kepolisian membutuhkan TNI, operasi gabungan pun bisa dilakukan.
(Baca: BAIS Sebut TNI Perlu Dilibatkan secara Aktif dalam Berantas Terorisme)
"Dalam operasi di Poso misalnya, saya kira sudah memerlukan dukungan dari TNI, itu tidak masalah untuk dilakukan," papar Fadli.
Sebelumnya dalam Rapat Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-undang (RUU) Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, berkembang wacana untuk memperkuat peran TNI dalam memberantas terorisme.
Sebagian kalangan menilai langkah tersebut berpotensi mengancam HAM. Oleh karena itu, para penggiat HAM pun menginginkan peran TNI dibatasi jika nantinya diperbolehkan melakukan operasi bersama Polri dalam pemberantasan terorisme.