JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR Ade Komarudin mengaku, tak mempermasalahkan jika sistem pemilu legislatif berubah menjadi proporsional tertutup.
Hal itu disampaikannya untuk menanggapi Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu yang akan dibahas di DPR.
"Bagi saya, sistem proporsional terbuka yang kita gunakan kemarin ada kelebihan dan kekurangannya. Begitu juga sistem proporsional tertutup jika memang nantinya mau kita pakai," kata Ade, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jum'at (22/7/2016).
Politisi Partai Golkar itu menilai, yang terpenting dalam Pemilu 2019 bukan soal sistem proporsional terbuka atau tertutup, melainkan penguatan konsolidasi demokrasi di Indonesia.
"Jadi mari sama-sama kita lihat dalam pembahasan di Komisi II nanti. Apakah dalam konteks Pemilu 2019 nanti yang bisa memperkuat konsolidasi demokrasi itu sistem proporsional tertutup atau terbuka," papar Ade.
Sebelumnya, pemerintah telah menyerahkan draf RUU Pemilu ke DPR untuk segera dibahas.
Dalam UU Nomor 8 Tahun Tahun 2012, ambang batas parlemen awalnya ditetapkan sebesar 3,5 persen dan berlaku nasional untuk semua anggota DPR dan DPRD.
Namun, setelah digugat oleh 14 partai politik, Mahkamah Konstitusi menetapkan ambang batas 3,5 persen tersebut hanya berlaku untuk DPR.
MK menilai, ambang batas sebesar 3,5 persen bertentangan dengan kedaulatan rakyat, hak politik, dan rasionalitas sehingga bertentangan pula dengan tujuan pemilihan umum, yaitu memilih wakil rakyat mulai dari tingkat pusat hingga daerah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.