JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi IX DPR John Kenedy Azis menduga vaksin palsu adalah fenomena gunung es. Bisa jadi, kata dia, banyak vaksin atau obat-obatan palsu yang beredar tanpa tersentuh hukum.
"Sekarang yang baru ketahuan kan vaksin palsu, itu pun setelah beroperasi sekian lama pelakunya, besok-besok bisa saja terbongkar peredaran obat palsu, vaksin saja bisa dipalsu kok," ujar John di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (13/7/2016).
John menambahkan pemerintah juga harus mengantisipasi perederan obat palsu. Sebab itu akan sangat merugikan masyarakat.
"Sekarang memang belum kelihatan, tapi kan besok-besok kita tidak tahu, saya rasa kita inspeksi jangan berhenti di vaksin, tapi dicoba juga untuk melakukan pengecekan peredaran obat-obatan palsu, jangan sampai sudah lama beroperasi baru terbongkar," tutur John.
Dia pun mengatakan, selain melakukan pengecekan terhadap kualitas obat-obatan yang digunakan masyarakat, pemerintah pun harus memperketat izin produksi dan penjualan obat-obatan.
"Kita harus belajar dari kasus vaksin palsu, jangan sampai terulang dan justru muncul kasus baru berupa peredaran obat-obatan palsu," ujar John.
"Jangan karena rakyat senangnya yang murah, maka ada pihak yang memproduksi dan menjual obat dengan harga murah, namun kualitasnya tidak teruji, ini bahaya," lanjut dia.
Bareskrim Polri sebelumnya menyatakan setidaknya 197 anak yang terindikasi terpapar vaksin palsu. Mereka akan dilakukan vaksin ulang secara gratis.
Kepolisian sudah menetapkan 18 orang sebagai tersangka. Dari hasil penelusuran satgas, rumah sakit yang berlangganan vaksin palsu bertambah menjadi 14 rumah sakit yang tersebar di Jawa dan Sumatera.
Namun, polisi enggan menjelaskan secara spesifik di daerah mana rumah sakit tersebut berada. Distribusi vaksin palsu tersebar di sekitar Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Semarang, Banten, Medan, Aceh, dan Padang. Selain 14 rumah sakit, fasilitas kesehatan yang baru diketahui berlangganan vaksin palsu yakni dua klinik, dua apotek, dan satu toko obat.