JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi melakukan pertemuan dengan Menlu Filipina, Perfecto Rivas Yasay Jr, di Manila, Filipina, pada Jumat (1/7/2016). Keduanya membahas soal pembebasan tujuh WNI ABK yang disandera kelompok bersenjata di Filipina.
Retno menyampaikan kepada Perfecto bahwa Keselamatan para sandera menjadi prioritas dalam upaya pembebasan. Selain itu, kedua negara sepakat pengamanan di Laut Sulu segera dilakukan. Caranya, antara lain melalui penetapan Sea Lane Corridor.
Kerja sama ini dapat segera dilakukan mengingat sudah adanya Border Patrol Agreement 1975, hasil pertemuan Trilateral Yogyakarta 5 Mei 2016, serta pertemuan kedua menteri pertahanan di Manila 26 Juni 2016 lalu.
(Baca: Filipina Kerahkan 6.000 Tentara Kepung Lokasi Penyanderaan 7 WNI)
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Armanatha Nasir, menjelaskan bahwa Sea Lane Corridor merupakan jalur yang diperuntukkan bagi kapal kargo atau barang yang melintasi perairan Sulu.
Nantinya, di sepanjang jalur yang sudah ditentukan tersebut, akan ada patroli air. Patroli tersebut terdiri dari tiga negara, yakni Indonesia, Filipina dan Malaysia.
"Di antara Laut Sulawesi dan Filipina di mana kapal-kapal yang bergerak untuk aspek perdagangan, mereka bisa lewat jalur itu, di jalur itu akan ada jalur patroli yang terus menerus. Sehingga, bisa terdeteksi apabila ada kapal-kapal yang ingin melakukan perampokan dan lain sebagainya," kata Armanatha di Kemlu, Jakarta Pusat, Jumat.
(Baca: Penyandera Empat ABK WNI Minta Tebusan Sekitar Rp 60 M)
Adapun aspek-aspek yang menjadi pertimbangan dalam menentukan jalur Sea Lane Corridor, kata dia, di antaranya adalah jarak tempuh, kemudahan pemantauan bagi patroli, dan jalur yang sekiranya bisa dilalui kapal-kapal.
"Dari segi mana kapal bisa lewat ini, karena di sini (perairan Sulu) banyak pulau-pulau juga," kata dia.
Sebelumnya, Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan trilateral dengan Filipina dan Malaysia di Gedung Agung, Yogyakarta pada Mei lalu. Pertemuan ini merupakan inisiatif Indonesia untuk membahas tantangan keamanan wilayah perairan di tiga negara tersebut.
(Baca: Menhan Pastikan Penyandera 7 WNI adalah Kelompok Abu Sayyaf)
Pertemuan dilakukan karena adanya kekhawatiran akan perompakan bersenjata, kejahatan transnasional, dan terorisme di kawasan. Hal tersebut dipandang telah mengancam keselamatan warga negara.
Selain itu, jalur perdagangan dan aktivitas ekonomi juga berpengaruh sehingga menimbulkan kerugian bagi kesejahteraan kawasan.
Pada tahun 2015, terdapat lebih dari 100 ribu kapal melintas di wilayah perairan Sulu dengan membawa 55 juta metric ton kargo dalam 1 juta kontainer, dan lebih dari 18 juta penumpang.