JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah pemerintah menolak menandatangani ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dinilai tepat. Hal itu perlu dilakukan guna melindungi kelangsungan hidup petani tembakau di Tanah Air.
Menurut anggota Badan Legislasi Mukhammad Misbakhun, industri rokok di Indonesia telah memberikan kontribusi besar terhadap terciptanya lapangan pekerjaan dan pemasukan cukai bagi negara.
Ia pun mengingatkan, bahwa desakan asing agar pemerintah meratifikasi FCTC merupakan bagian dari strategi perang dagang untuk mematikan industri rokok lokal.
"Sebab, industri rokok Indonesia mampu menjadi tuan rumah di negaranya sehingga produsen rokok asing sulit bersaing di dalam negeri," kata Misbakhun, Jumat (17/6/2016).
DPR, kata dia, saat ini tengah menginisiasi terbentuknya Rancangan Undang-Undang Pertembakauan. Hal itu dilakukan guna melindungi kepentingan petani tembakau di Indonesia.
Politisi Golkar itu menambahkan, di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi global, sudah seharusnya jika pemerintah dan seluruh pihak mendukung sektor-sektor unggulan untuk menopang perekonomian nasional.
"Sebagai negara yang dikaruniai keanekaragaman hayati dan wilayah yang luas, sudah seharusnya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dalam negeri," kata dia.
Sementara itu, guna mengantisipasi dampak buruk rokok terhadap kesehatan, pemerintah selama ini telah mengeluarkan peraturan yang cukup baik.
Beberapa di antaranya yaitu larangan merokok di tempat dan fasilitas umum, menaikkan cukai secara bertahap, serta gencar mensosialisasikan bahaya rokok bagi kesehatan.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO), sampai dengan bulan Juli 2013 sudah 180 negara telah meratifikasi dan mengaksesi FCTC, Angka itu mewakili 90 persen populasi dunia.
Namun, Indonesia belum termasuk yang menandatangani ratifikasi FCTC. Presiden Jokowi menegaskan, pemerintah tidak mau latah mengikuti negara-negara lain.
(Baca: Soal Ratifikasi FCTC, Jokowi Tak Mau Indonesia Asal Ikut Tren)
"Saya juga tidak ingin kita sekedar ikut-ikutan, atau mengikuti tren atau karena sudah banyak negara yang sudah ikut sehingga kita juga latah ikut," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (14/6/2016).
Presiden menambahkan, ikut atau tidaknya Indonesia ke dalam FCTC akan terlebih dulu dikaji secara mendalam. (baca: Ratifikasi FCTC Butuh Ketegasan Presiden)
Jika Indonesia ikut meratifikasi tembakau, kata dia, maka dampaknya akan positif terhadap kesehatan warga dan juga kepentingan generasi muda ke depan. (baca: Kerugian Indonesia karena Tak Ikut FCTC)
Namun, Jokowi juga memikirkan nasib petani tembakau yang terancam kehilangan lapangan kerja jika ratifikasi dilakukan.
"Kita perlu memikirkan, ini yang kadang-kadang juga dilupakan kelangsungan hidup para petani tembakau, para buruh tembakau yang hidupnya bergantung dari industri tembakau. Ini juga tidak kecil, menyangkut orang yang sangat banyak," ucap Presiden.
(Baca: Soal FCTC, Jokowi Pikirkan Kesehatan dan Nasib Petani Tembakau)